Kian Marak dan Meresahkan, James Tuwo Minta Kejagung Berantas Mafia Tanah di Sulut

HEADLINE21 Dilihat

manadosiana.net, MANADO – Pengacara asal Sulawesi Utara, James Tuwo mengatakan, praktek mafia sudah sangat meresahkan. Hal ini dikatakan Tuwo setelah melihat sejumlah kasus sengketa lahan, dimana oknum mafia tanah diduga menggunakan surat palsu atau bodong dalam pengurusan sertifikat, yang ironisanya di terima sebagai dokumen sah oleh BPN, dan diterbitkan atas nama mereka.

Tuwo bilang, dalam beberapa kasus yang ditanganinya, indikasi tersebut sudah nyata terlihat dengan jelas, dimana korbannya adalah warga biasa yg tidak paham akan hukum.

Presiden mengatakan akan memberantas mafia tanah, tapi kenyataan di lapangan mafia tanah masih merajalela,” katanya.

Terbaru, Tuwo sedang menangani kasus sengketa tanah milik Hengky Pinontoan, yang berlokasi di Jalan Ring Road, tepatnya di Kelurahan Taas Lingkungan II, Kecamatan Tikala, Kota Manado, Sulut, yang tiba tiba sudah memiliki sertifikat milik orang lain. Dikatakannya bahwa dokumen asli milik Hengky Pinontoanlah yang sah, yang teregistrasi oleh Pemerintah dengan nomor 17 folio 7.

Dia juga bilang, dokumen tersebut, beberapa tahun lalu pernah dipakai saat pembebasan lahan pembangunan jalan Ring Road I, dan itu diakui oleh pemerintah.

“Jadi dasar yang saya pegang ini (surat nomor 17 folio 7) adalah dasar register, bahwa keluarga pinontoan adalah pemilik sah tanah yang dipersoalkan ini di kelurahan taas lingkungan II, kecamatan Tikala, Kota Manado,” kata pengacara kondang ini.

Atas dasar-dasar itulah, lanjut Tuwo menjelaskan sehingga dirinya membela yang benar. Dirinya pun merasa aneh dan tak habis pikir kenapa di tanah milik Hengky Pinontoan, sudah ada dua sertifikat yakni nomor 228 dan 229.

Kedua sertifikat itu kata dia, memakai register nomor 195 folio 52, dengan luas yang katanya berbeda-beda, yang satu luasnya sekitar 10ribu, dan satunya lagi 20ribu lebih. James bilang, luas yang tercatat di sertifikat milik oknum mafia itu sangat berbeda dengan dengan bukti alas hak kepemilikan yakni register 17 folio 7. Di register 17 folio 7, jelas mencatat, luas tanah hanya sekitar 16ribu.

“Kerancuan inilah kelihatannya jelas-jelas register ini (195 folio 52) adalah register buatan sendiri, yang tidak terdaftar di kantor kelurahan. Itu (195 folio 52) adalah register bodong,” ungkapnya.

Lebih aneh lagi, kata Tuwo, tanah milik Hengky Pinontoan bisa secara leluasa diperjualbeli, dan masuk ke ranah perdata, tidak melawan dengan pemilik register sah yakni 17 folio 7, tetapi melawan dengan orang lain.

“Anehnya lagi setelah menang, dilawan lagi sama yang punya tanah (Hengky Pinontoan) akhirnya Ne Bis In Idem (asas hukum yang melarang terdakwa diadili lebih dari satu kali atas satu perbuatan kalau sudah ada keputusan yang menghukum atau membebaskannya). Ini jelas permainan mafia tanah,” ujarnya.

Menurut dia, dalam persoalan ini sudah ada kerugian negara yakni terkait pembayaran pajak. Dia minta agar pihak Kejaksaan untuk masuk dan mendalami persoalan ini, dan memerantas oknum-oknum mafia tanah ini, karena sudah membuat register palsu sehingga keluar sertifikat.

“Saya senang sekali apabila kejaksaan masuk di ranah ini, karena apa, registernya (milik mafia tanah) palsu sampai membuat suatu sertifikat, tidak mempunyai alas hak, batas-batas tanahnya juga tidak jelas, 2004 register palsu ini keluar sertifikat tahun 2010,” katanya.

“Saya sangat kasihan dengan klien saya, orang tidak mampu, malahan dibalik mereka (Keluarga Hengky Pinontoan) penyerobotan. Dasar apa penyerobotan, sedangkan register aslinya ada,”

Tuwo berharap, Kejaksaan dan Kepolisian dapat menyelesaikan persoalan ini berdasarkan keadilan. Sebagai seorang pengacara, dirinya siap membantu dalam memberikan data-data secara benar.

“Bapak-bapaklah (Kejaksaan dan Kepolisian) lah yang berwenang untuk melihat, menangkap mafia-mafia tanah. Begitu juga Jaksa Agung, menangkap oknum-oknum yang memberikan dokumen palsu, sampai bisa dikeluarkan sertifikat,” tambahnya.

“Saya berharap klien saya, bapak hengky pinontoan mendapatkan sesuai hak kepemilikan,” pungkas Tuwo.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *