Opini : Pola Pikir yang tak Progresif dan Revolusioner

Manadosiana.net – Hari ini kita sebagai bangsa yang berdaulat menginginkan sukses untuk masuk dalam Revolusi 4.0. proses masuk dalam ranah itu memang bukan sesuatu yang mudah, apalagi jika dikaitkan dengan kesiapan Sumber daya manusia.

Seharusnya hari ini narasi yang digaungkan adalah menciptakan dialektika guna perbaikan dalam segala sektor untuk menantang revolusi Industri 4.0 apalagi jika dikaitkan dengan tanggungjawab sebagai pemimpin.

Sayangnya masih terlalu banyak yang terperangkap dalam pemikiran terlalu kaku atau tak progresif yang menurut saya sangat terlihat seperti zaman Feodalisme “seorang pemimpin harus bertubuh kekar, mampu bertarung, sederhananya harus maskulin” dan narasi ini sangat bertolak belakang dengan perkembangan zaman yang sudah masuk dalam Revolusi Industri 4.0.

Hal diatas terjadi disalah satu Kabupaten, yaitu kabupaten kepulauan Sangihe dimana seorang pimpinan dikaitkan dengan kepribadiannya (Banci). Padahal secara fungsional tokoh tersebut mampu membuktikan jati diri seorang pria mulai dari regenerasi (anak), bahkan sebagai kepala keluarga.

Kebencian kita terhadap jenis kelamin sangatlah tajam, seandainya ketajaman ini digunakan untuk membedah persoalan sosial, ekonomi, pastilah sangat beruntung.

Secara historis jenis kelamin memang hanya tergolong dua (laki-laki atau perempuan) tetapi bukan tak sedikit ada yang menarasikan bahwa kelainan kelamin juga disebabkan oleh pengaruh biologis, dan phisikologis. Maka melihat hal diatas seharusnya ini menjadi tugas kita bersama untuk menyelesaikan bukan malahan memenjarakan dia dan seakan-akan kita menjadi polisi moral.

Karena diatas menyingung sosok pemimpin maka saya uraikan Sedikit tentang kepemimpinan, menurut Edwin Ghiselli mengemukakan 6 (enam) sifat kepemimpinan, yaitu : 1) Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas (supervisory ability) atau pelaksana fungsi-fungsi dasar manajemen. 2) Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian tanggung jawab dan keinginan sukses.

Berdasarkan teori tersebut maka narasi yang diciptakan dengan meletakkan pada maskulin sangat mudah dibantah, bahwa sejatinya seorang pemimpin adalah ketika mampu merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, dan melaksanakan atau menjalankan prinsip Manajemen.

Sangat jelas narasi kepemimpinan ditempelkan pada kelamin Tak ada Indikasi pemikiran ilmiah didalamnya apalagi dizaman revolusi Industri 4.0.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *