Lembaga Advokasi dan Pendidikan Pemilu GAMKI Diskusikan Masa Depan Pemilu Indonesia

NASIONAL, NEWS12 Dilihat

 

Manadosiana.net, Jakarta – Lembaga Advokasi dan Pendidikan Pemilu (LAPP) bersama Bidang Demokrasi dan Kepemiluan Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) menyelenggarakan diskusi Election Updates bertajuk Quo Vadis Pemilu Indonesia.

 

Diskusi ini berlangsung alot dengan peserta yang berasal baik dari internal GAMKI maupun berbagai organisasi kepemudaan serta para penyelenggara pemilu melalui zoom cloud meetings, Jumat, (10/9/2021) lalu.

 

Ketua LAPP, Harsen Roy Tampomuri berharap election updates dapat menjadi forum diskusi rutin yang terus menyorot dan mengelaborasi isu kepemiluan baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.

 

“LAPP ditujukan untuk menyiapkan ruang dan saluran bagi berbagai wacana kritis terhadap diskursus kepemiluan. Tentu dengan tujuan agar pemilu di Indonesia dapat terus didorong pada terciptanya demokrasi secara substansial dan meminimalisasi serta sebisa mungkin menihilkan berbagai patologi demokrasi dan kepemiluan,” kata Harsen Tampomuri

 

Dia berpandangan, mencaritemukan sistem pemilu yang sesuai dengan konteks Indonesia tentu menjadi upaya bersama dengan semua stakeholder terkait dan perlu kerja sama penta helix.

 

Tidak hanya pemerintah dan atau penyelenggara pemilu, lanjutnya, tetapi juga komunitas masyarakat, sektor swasta, perguruan tinggi atau akademisi, dan media yang harus ambil bagian.

 

Kata dia, kemana arah pemilu Indonesia pastinya ditentukan oleh sejauh mana peran, kerja sama, dan konsistensi semua pihak dalam menghadirkan pemilu yang konstitusional dan tidak bertentangan dengan semangat reformasi.

 

Senada dengan itu, Sekretaris Umum DPP GAMKI Sahat Sinurat yang hadir mewakil Ketua Umum menyampaikan bahwa pihaknya mendirikan LAPP dengan harapan agar lembaga ini dapat memberikan advokasi dan edukasi kepemiluan bagi masyarakat Indonesia terkhusus para pemuda.

 

“Sehingga ke depannya kita semua akan lebih paham dengan berbagai dinamika dan isu kepemiluan serta proses kaderisasi didalamnya dapat berjalan dengan baik. Election Updates diharapkan juga dapat menjadi kegiatan rutin dan menjadi wadah untuk saling bertukar pikiran terkait berbagai isu kepemiluan,” ujar Sahat.

 

Anggota DKPP RI 2012-2017, Saut Hamonangan Sirait mengemukakan bahwa dalam konteks pergulatan teologis quo vadis, bagaimana pemilu di negeri ini dalam perspektif Tuhan.

 

“Kalau kita mendalami kitab 1 dan 2 Samuel, terjadi perjumpaan antara yang bersifat transenden atau yang bersifat ilahi dengan yang bersifat sekuler atau profan. Ketika ada tuntutan reformasi di tengah-tengah bangsa Israel karena kebobrokan para pemimpin,” katanya

 

“Hakim Samuel memiliki integritas personal yang bagus namun pada akhirnya terjebak pada primordialisme, trah, dan nepotisme yang mengangkat dua anaknya jadi hakim dan anaknya sangat suka pada suap. Terjadi kebobrokan moral pemimpin yang persis reformasi 1998,” ucap Saut.

 

Dalam penjelasan selanjutnya, dia mengemukan bahwa pemilu produknya akan mengalir melalui keputusan-keputusan politik. Menyangkut harga nasi atau beras, harga listrik dan lain sebagainya, itu groundnya di pemilu.

 

Komisioner Bawaslu RI 2012-2017, Nelson Simanjuntak menyampaikan beberapa pandangannya terkait pentingnya pemilu sebagai ultimate concern yang perlu menjadi perhatian dari GAMKI dan LAPP. Basic GAMKI untuk membahas dan melakukan peran-peran kesaksian dalam pemilu memang benar-benar status yang tidak tertolak dari panggilan iman orang-orang Kristen.

 

“Kelihatannya kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara kita yang secara konstitusional adalah negara demokrasi tetapi sebetulnya kehidupan berdemokrasi kita masih sangat jauh dari apa yang disebut sebagai penerapan nilai-nilai demokrasi. Kecuali mungkin dari sisi pemilu, kita melakukan pemilu yang prosedural tetapi ada berbagai permasalahan yang muncul di sana,” kata Nelson

 

Ia menambahkan bahwa pemilu yang damai dan berkualitas dapat dicapai jika seluruh tahapan pemilu dijalankan dengan prinsip Luber Jurdil sehingga proses dan hasilnya memiliki legitimasi yang baik.

 

“Selain itu, perlu memperhatikan dan memperbaiki empat hal penting seperti sistem rekrutmen dan pendidikan kader di partai politik, kecerdasan dan pendidikan pemilih, sistem pemilu dan kerangka hukumnya, penyelenggara pemilu yang netral dan profesional,” ujarnya.

 

Lebih lanjut, Direktur Sindikasi Pemilu dan Demokrasi August Mellaz mengungkapkan, demokrasi secara global termasuk Indonesia pada paruh pertengahan abad ke 20 mengalami satu gejala kemunduruan.

 

Problem global ini juga bertemu dengan situasi global saat ini yakni pandemi. Rezim pemerintahan dihadapkan pada situasi bagaimana mengatasi pandemi yang tidak hanya berdampak pada kesehatan tetapi dimensinya banyak. Tidak jarang menjadi pretext bagi penangguhan prinsip-prinsip demokrasi melalui executive aggrandizement.

 

Menurutnya, dalam lima kali pelaksanaan pemilu demokratis (demokrasi prosedural) secara berturut-turut tanpa sekalipun terinterupsi perilaku non demokratis.

 

Jeirry Sumampow, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) mengatakan setiap periode pemilu 1999 sampai 2019 selalu diikuti dengan perubahan UU Pemilu. Dengan kata lain, sambungnya, desain pembangunan dan kelembagaan politik yang tidak pernah selesai.

 

Dia juga menambahkan bahwa kawula muda sedang ditantang untuk meningkatkan kapasitas dan kreatifitas terkait dengan bagaimana agenda-agenda politik pemerintahan, sosial yang kemudian menjadi diskursus luas dimasyarakat.

 

“Akhir-akhir ini, gejala kearah pemilu sebagai sebuah pemilu yang semata-mata hanya memilih pemimpin itu semakin kuat dan dimensi-dimensi kebangsaan secara kolektif makin hilang. Penting untuk terus mengingatkan bahwa tujuan kita berpemilu adalah untuk memperkuat NKRI dan memperteguh tiang-tiang penyanggah NKRI,” katanya.

 

“Kita perlu menegaskan dalam konteks kepemiluan di Indonesia bahwa kita belum selesai menjalani masa transisi yang kita mulai sejak tahun 1998 sebab ada ekspektasi yang sangat tinggi terhadap pemilu-pemilu kita,” ungkap Jeirry.

 

Ia menambahkan, mungkin saja kita masih berada dalam euforia demokrasi yang belum bisa kita kelola dengan baik dan beradab. Menurutnya ada beberapa hal substansial yang perlu diperhatikan yakni kritis terhadap proses, tidak terjebak politik SARA, lawan politik uang dan dinasti, tidak terpengaruh hoax, bijak menggunakan medsos, dan rela menerima hasil.

 

LAPP memberikan beberapa catatan penting sebagai simpulan diskusi ini bahwa politik sebagai disiplin ilmu dan praksis diparlemen harus jalan beriringan.

 

Demkian juga demokrasi secara prosedural dan substansial harus menjadi kombinasi sistem kepemiluan, sehingga substansi dan rekayasa sistem semuanya terkoneksi.

Sedangkan hal yang mendasar dan perlu diperhatikan dalam pemilu dan proses berdemokrasi yakni etika dan moral, kedua hal tersebut masih menjadi pekerjaan rumah bagi kepemiluan di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *