Waduh! Proyek 236 Homstay Bantuan Kemeterian PUPR di Minahasa Utara Diduga Bermasalah, Warga Bantah Terima Dua Rekening Bank

HEADLINE15 Dilihat

manadosiana.net, MINUT – Salah satu mega proyek dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Perumahan di Destinasi Wisata Super Prioritas (DWSP) di Kabupaten Minahasa Utara, disinyalir tak diselesaikan sesuai spesifikasi.

Saat ini pembangunan homstay tersebut menimbulkan polemik baru, dimana ada sebanyak 236 homstay dengan anggaran sekitar Rp 36,6 miliar ini diduga bermasalah.

Beberapa waktu lalu, wartawan telah melakukan investigasi di beberapa Desa penerima bantuan homestay tersebut, dan telah melakukan wawancara kepada para Warga penerima bantuan itu. Dalam berita ini, redaksi sengaja menyembunyikan identitas narasumber demi keamanan.

Dalam investigasi itu, wartawan mendapat beberapa keluhan, salah satu yang diangkat oleh para penerima bantuan yakni soal rekening bank yang diberikan.
Kepada wartawan, Warga penerima bantuan membantah memiliki 2 rekening bank Mandiri yang diberikan Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (BP2P) Kementerian PUPR Wilayah Sulawesi Utara (Sulut) yang digunakan untuk penyaluran dana bantuan.

“Kami hanya diberikan 1 rekening bank Mandiri. Rekening ini digunakan untuk menerima dana sebesar Rp 1 juta atau Rp 1,5 juta untuk bayar upah bas (tukang : red). Besarnya itu tergantung laporan hasil pekerjaan bas setelah dinilai oleh pendamping,” ujar salah seorang warga desa Marinsouw yang enggan namanya disebutkan seraya menunjukan kartu ATM Bank Mandiri ke sejumlah awak media belum lama ini.

Warga juga mengaku tidak pernah menerima langsung dana sebesar Rp 185 juta dan Rp 115 juta tersebut, baik secara tunai maupun lewat rekening bank.

Beberapa warga penerima bantuan ketika ditemui sejumlah awak media mengungkapkan penyesalannya atas program tersebut.

“Kami hanya menerima bahan bangunan pak. Kalau uang tunai, hanya untuk menerima dana bayar upah bas (tukang : red). Besarnya itu tergantung laporan hasil pekerjaan bas setelah dinilai oleh pendamping,” katanya.

“Kami awalnya dijanjikan dana sebesar Rp 185 juta untuk pembangunan 1 unit homestay atau Sarhunta. Tapi waktu berjalan, kata pihak Kementerian anggarannya menjadi sebesar Rp 115 juta per unit,” tambah beberapa warga lagi.
Warga juga menceritakan, bahan bangunan diantarkan langsung pihak toko bangunan sesuai pesanan pendamping.

“Bahan bangunan diantar pihak toko, kami terima, lalu kami diminta tanda tangan nota tanda terima dari toko. Yang lembar merah kami pegang, lembar putih diambil toko,” bebernya.

Sementara itu, Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (BP2P) Kementerian PUPR Wilayah Sulawesi Utara (Sulut) ketika dikonfirmasi belum lama ini mengatakan proyek yang pelaksanaannya tahun 2020 lalu mengatakan pekerjaan tersebut sudah selesai.

“Pekerjaan itu sudah selesai. Kalau ada yang belum selesai, penyelesaiannya itu tergantung masyarakat pak,” kata Kasie Wilayah 1 BP2P, Ani, kesejumlah wartawan dikantornya belum lama ini.

Proyek 263 unit rumah yang dibuat menjadi rumah dengan fungsi usaha dilaksanakan di 3 (tiga) Desa di Kabupaten Minahasa Utara (Minut) yaitu Marinsow, Pulisan, Kinunang dan satu Kelurahan di kota Manado yakni di Pulau Bunaken.

Proyek penataan yang menggunakan APBN di 5 (lima) Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) yakni Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo dan Manado-Likupang ini mendapat keluhan dari masyarakat beberapa desa di Kecamatan Likupang Timur karena dana yang sedianya dianggarkan sebesar Rp 115 juta per unit rumah belum sepenuhnya diberikan ke kelompok masyarakat.

Terpisah, pantauan media ini di desa wisata Marinsouw ada 61 unit Surhunta tapi 26 unit tidak berfungsi diduga karena kehabisan dana pembangunan.

Total Surhunta di 3 desa wisata di Kabupaten Minut sebanyak 217 unit Surhunta dengan anggaran Rp 115 juta per unit.

Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (BP2P) Kementerian PUPR Provinsi Sulawesi Utara ketika dikonfirmasi Senin (14/6/2022) mengaku pekerjaan telah selesai.

“Pekerjaan dan penyelesaiannya itu tergantung masyarakat pak,” ujar beberapa staf ke sejumlah wartawan ketika ditemui di kantor Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (BP2P) di bilangan ringroad medio Juni lalu.

Dari informasi yang berhasil dirangkum lewat sumber di Kejati Sulut pekerjaan proyek ini juga telah masuk meja Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulut.

Namun pihak Kejati Sulut menurut Sumber membidik pembangunan di desa Kinunang.
“Itu yang menjadi permasalahan dan saya sudah undang Hukum Tua Kinunang dan penyalur barang serta PPK.

Hasil hasil yang diperoleh bahwa tinggal sebagian saja bantuan yang belum diterima oleh masyarakat karena ketentuannya penyedia barang harus membawa material di lokasi baru bisa di bayar sehingga dana tersebut msh di tahan di kas negara. Masih sekitar Rp 190 jt kalau tidak salah,” ungkap Sumber.

Kasie Wilayah 1 BP2P, Ani pun beberapa kali dikonfirmasi tidak merespon dan sempat berdalih sedang cuti Lebaran diluar daerah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *