Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur Bahas Seksualitas Dari Pandangan Budaya Minahasa

MINAHASA RAYA18 Dilihat

Manadosiana.net, Tomohon – Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur (PUKKAT) menggelar diskusi bertajuk “Seksualitas dari Perspektif Budaya Minahasa”, Sabtu (8/1/2020) di Kelurahan Talete, Kecamatan Tomohon Tengah, Kota Tomohon tepatnya di Sekretariat PUKKAT.

Tampil sebagai pematik, Pendeta Ruth Kezia Wangkai, Penggiat Budaya Rikson Karundeng, dan Denny Pinontoan yang juga aktif dalam budaya.

Diskusi diawali dengan topik ‘Wewene Nimatuama’ yang di dokumentasikan dalam buku Tontemboansche Teksten. Buku tersebut mengisahkan cerita rakyat Minahasa yang dituliskan J. Alb. T. Schwarz sebagai dokumentasinya saat bertugas sebagai Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG) di Wilayah Tontemboan dari Tahun 1861-1903.

Cerita tersebut diulas Denni Pinontoan. Dia menceritakan Wewene Nimatuama merupakan gambaran pembedaan jenis kelamin dalam fungsi dan kerja di masyarakat. Apalagi, perempuan yang ingin bekerja di ranah publik yang mengambil peran rupa laki-laki. Padahal, laki-laki adalah pekerja sekaligus pemimpin. Hal itu jelas ciri masyarakat patriakhi.

Menurutnya, cerita ini bertolak belakang dengan cara pandang Tou (Orang,red) Minahasa yang menempatkan laki-laki dan perempuan secara setara.

“Kalau mendengar cerita tadi, ada indikasi jika cerita itu diceritakan pada pada masa kolonial. Sebuah masa yang sangat dipengaruhi ideologi patriakhi Eropa,” katanya.

Sementara, Rikson Karundeng bercerita tentang realitas diskriminasi karena perbedaan gender dan orientasi sex kini dan soal hakekat manusia dalam persepektif Minahasa.

Selanjutnya, Ruth Kezia Wangkai mengulas tentang cerita Pingkan Mogogunoi. Dia mengisahkan Pingkan sebagai cermin diri Tou Minasaha. Cerita rakyat minahasa itu diulas Wangkai dalam perspektif Feminis Kritis.

Pun dikesempatan itu, pegiat PUKKAT, Riane Elean yang juga sebagai moderator mengungkapkan, diskusi tersebut berbeda dari lainnya karena menghadirkan narasumber, peserta, dan peneliti kompeten. Bahkan, sosiolog, antropolog, teolog, sejarahwan, sastrawan, da jurnalis turut hadir.

Menurut Dosen di Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT) itu, diskusi ini bertujuan untuk memahami dan mendokumentasikan pemahaman tentang seksualitas dari perspektif budaya Minahasa.

“Masih banyak poin spesifik yang harus digali lagi. Akan ada tindak lanjut menyusul kegiatan yang dibuat ini,” tuntasnya.

(***/Anes Tumengkol)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *