Progresifitas atas Kekakuan Hukum pada Tes CAT SKD CPNS MA 2021

Penulis : Imanuel Mahole, SH (Peneliti di Manado Legal Studies Community)

A. Degradasi Ruang Negosiasi sebagai Kebangkitan Konservatisme Hukum di Indonesia

Pengumuman yang dikeluarkan oleh Sekretaris Mahkamah Agung RI selaku Ketua Panitia Pelaksanaan Seleksi CPNS Mahkamah Agung RI Tahun Anggaran 2021 Nomor 06/Pansel-CPNS/MA/VIII/2021 tanggal 31 Agustus 2021 tentang Pemberitahuan Jadwal dan lokasi Pelaksanaan Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) CPNS Mahkamah Agung Republik Indonesia Tahun Anggaran 2021 yang pada lampirannya, memberitahukan pelaksanaan SKD CPNS MA RI yang salah satunya memberitahukan Sesi 4 akan dilaksanakan pada Hari Sabtu, 11 September 2021, Pukul 14.00 – 15.30 waktu registrasi dan dilanjutkan dengan waktu ujian pada Pukul 15.30 – 17.10 di KANREG XI BKN MANADO. [1]

Tetapi dalam pelaksanaannya, Penulis yang merupakan salah satu peserta ujian SKD CPNS MA RI T.A 2021 pada hari tersebut mengalami kendala, yaitu terjadi kehilangan barang Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang akan digunakan guna kepentingan ujian SKD sebagaimana yang telah diatur dalam Tata Tertib Pelaksanaan Seleksi Angka 1 huruf d Peraturan BKN No. 2 Tahun 2021 Tentang Prosedur Penyelenggaraan Seleksi Dengan Metode Computer Ass/Sted Test Badan Kepegawaian Negara.

Pasalnya, dalam rangka pengatasi masalah kehilangan barang berupa 1 buah KTP dari Penulis sebagai peserta, Kepolisian Sektor Sario Manado melalui permohonan Penulis sebagai peserta mengeluarkan Surat Keterangan Tanda Lapor Kehilangan (SKTLK) dengan Nomor : S.Ket/118/IX/2021/SEK Sario yang pada pointnya menjelaskan kehilangan KTP tersebut. Pada SKTLK tersebut menerangkan bahwa waktu kehilangan KTP itu setidak-tidaknya terjadi pada Hari Rabu, 8 September 2021 di sekitar Jalan Pemuda Kecamatan Sario, Kota Manado.

Selanjutnya, pada saat Hari Sabtu, 11 September 2021 sekitar Pukul 14.30 setiba di lokasi ujian SKD, Panitia Seleksi meminta berkas adminstrasi yang salah satunya KTP. Lalu kemudian, Penulis sebagai peserta menunjukan SKTLK dari Polsek Sario Manado guna menjelaskan kehilangan 1 buah KTP sebagai kelengkapan administrasi. Pihak Panitia pun meminta Penulis yang sebagai peserta saat itu untuk mengirimkan capture KTP dan Kartu Keluarga (KK) via Whatsapp kepada salah satu Panitia Seleksi.

Namun demikian, setelah ditambah dengan menunjukkan Surat Izin Mengemudi (SIM) Tipe C beserta keterangan yang menyertai keadaan pada saat itu yang mana, menurut penalaran yang wajar, Penulis tidak mempunyai cukup waktu untuk melengkapi ketidaklengkapan berkas-berkas tersebut di Desa Mala Timur, Kecamatan Melonguane, Kabupaten Kepulauan Talaud pada hari itu juga.

Lantas, dengan berbagai upaya yang telah dilakukan itu, pada akhirnya tidak menemukan jalan keluar dan memaksa Penulis yang merupakan peserta untuk meninggalkan lokasi ujian, yang dalam situasi itu, Penulis berpendapat kerja-kerja negosiasi belum dapat memberikan progresifitasi pada hukum serta ketentuan dan tindakan adminstrasi dari Panitia Seleksi. Dengan berbekal pada kajian dekriptif-analitis seperti ini, kiranya diharapkan dapat menjadi perenungan bersama atas keberlangsungan proses-proses hukum yang ‘belum memanusiakan giat-giat manusia’ pada proses-proses tertentu dengan melihat rujukan kasus seperti ini.

Tujuan penulisan ini, ingin memberikan gambaran bagaimana sejatinya keberlakuan hukum yang relatif kaku belum mampu memberikan jalan keluar ketika berhadap-hadapan lansgung dengan situasi yang seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Kesadaran pada hukum serta pengajakan untuk kritis terhadap dialektika hukum kiranya menjadi harapan terbesar penulis kepada pembaca-pembaca yang budiman.

B. Produk Hukum yang Timpang serta Kekaburannya Pada Bagian Politik Hukum oleh Pemerintah

Seyogyanya, kedudukan yuridis dari pengaturan tata tertib pelaksanaan SKD telah diatur dalam Peraturan BKN No. 2 Tahun 2021 Tentang Prosedur Penyelenggaraan Seleksi Dengan Metode Computer Ass/Sted Test Badan Kepegawaian Negara. Pada bagian Tata Tertib Pelaksanaan Seleksi Angka 1 huruf d Peraturan BKN No. 2 Tahun 2021, telah dijelaskan “Bagi peserta Seleksi Calon PNS, Seleksi Calon PPPK, Seleksi Sekolah Kedinasan dan Seleksi selain ASN wajib membawa KTP elektronik Asli atau KTP asli yang masih berlaku atau Surat Keterangan Pengganti KTP yang masih berlaku atau Kartu Keluarga asli atau salinan Kartu Keluarga yang dilegalisir basah oleh pejabat yang berwenang dan kartu peserta seleksi untuk ditunjukkan kepada Panitia Seleksi Instansi.”[2]

Dalam hal kehilangan barang berupa KTP guna pertanggungjawaban adminisitrasi seperti yang sudah dijelaskan tadi, sebetulnya dapat diatasi dengan cara lain sepanjang itu konstitusional. Dengan menggunakan SKTLK dari Polsek Sario Manado itu, sekiranya membuktikan bahwa itu melegitimasi status keberadaan KTP yang hilang yang diharapkan menjadi alternatif pengganti tuntutan administrasi oleh Panitia Seleksi. Pembuatan SKTLK itu juga merupakan tugas dari Polsek sebagaimana telah diatur dalam Pasal 78 Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja  Pada Tingkat Kepolisian Resor Dan Kepolisian Sektor.[3]

Kemudian, konsepsi KTP elektronik atau E-KTP ini menurut hemat penulis belum memiliki kadar kemanfaataan dalam rangka digitalisasi sistem kerja pemerintah teutama BKN. Kalau kita melihat teknologi yang terdapat di dalam E-KTP, ditemukan beberapa komponen yaitu :[4]

  1. Chip E-KTP
  2. Blangko E-KTP
  3. Biometrics

Sebetulnya, apabila memang penggunaan dari E-KTP secara baik dan benar itu, menggunakan Card Reader E-KTP yang fungsinya yaitu :[5]

  1. Mendeteksi kevalidan dari E-KTP
  2. Menggunakan modul biometrik sidik jari dari

Artinya, dapat kita simpulkan memang aktivitas yang dilakukan oleh pihak Panitia Seleksi terhadap Penulis sebagai peserta dengan tidak menggunakan catatan-catatan funsgional dari keberadaan E-KTP, sesungguhnya merupakan kekacauan logika administrasi yang dijalankan oleh Panitia Seleksi.

Bila melihat berita yang dilansir dari situs resmi BKN.go.id, telah membicarakan perihal penerapan smart city menuju lahirnya smart people. Pertemuan tersebut membicarakan bagaimana BKN sebagai institusi mau mendorong ASN pada e-government 4.0 pada acara sharing session dengan tema : e-gov 4.0 yang di mana, tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui, memahami dan mengendalikan berbagai sumber daya demi memaksimalkan pelayanan publik, memberikan solusi dalam menyelesaikan masalah. [6]Pada akhirnya, hal ini pun yang menurut hemat Penulis, lebih mengkonfirmasikan soal kekacauan politik hukun dari pembuatan kebijakan KTP elektronik.

Namun demikian, apabila kita memperhatikannya secara cermat dengan cerita tadi, pada akhirnya itu hanya ‘bualan’ kelembagaan yang pada kenyataannya belum mampu menyelesaikan masalah yang secara substantif  tidak mempengaruhi integritas dari Penulis sebagai peserta dan hanya mementingkan formal-procedural dalam menerapkan kebijakan.

Pada prinsipnya, dengan menggunakan jalan pikiran analisis di atas, dapatlah dirumuskan bahwa sesunggguhnya tindakan Panitia Seleksi dengan tidak menerima SKTLK dari Polsek Sario menunjukan bahwa memang produk hukum Peraturan BKN No. 2 Tahun 2021 memang timpang dengan segala keserampangan politik hukum yang menyertainya. Perlu adanya perhatian serta peran yang besar dari Negara dalam menjamin kegiatan-kegiatan instansi Pemerintah yang seperti ini, sungguh sebuah konfirmator teramat jelas dalam menerangkan kekacauan administrasi Test CAT SKD MA RI T.A 2021.

C. Absennya Peran Negara dalam Mengakui, Menghormati, Melindungi dan Menegakkan Hak Asasi Manusia di Indonesia

Kalau kemudian tindakan-tindakan seperti yang sudah dijelaskan tadi terus dibiarkan secara serampangan terjadi dan terkesan ‘bodoh amat’ dengan pembicaraan seperti ini, maka perlu adanya evaluasi secara besar-besaran pada pihak Pemerintah. Hilangnya kekuatan hukum mengikat dari SKTLK yang dikeluarkan oleh Polsek Sario Manado mencerminkan absennya peran negara dalam mengakui, menghormati, melindungi dan menegakkan HAM di Indonesia.

Selain persoalan kehilangan kekuaatan mengikat SKTLK dari pihak Polsek Sario Manado, juga tidak adanya juga pernyataan yang sifatnya solutif dari Panitia baik MA maupun BKN dalam menghadapi masalah yang dialami oleh peserta misalnya penundaan jadwal Test CAT SKD atau melengkapi berkas karena alasan tertentu sebagai bentuk toleransi.

Kemudian, bukti bahwa memang kemunduran pada soal peran-peran negara yaitu tidak adanya juga kanal konstitusional yang disediakan oleh pihak panitia yaitu pihak MA dan BKN sebagai bentuk upaya administrastif tingkat pertama guna penyelesaian masalah administratif yang terjadi. Soal kanal konstitusional upaya administrasi yang disediakan oleh pihak panitia, hanya pada proses pendaftaran yaitu masa sanggah berkas-berkas, namun tidak demikian dengan pada saat proses Tes CAT SKD MA RI T.A 2021.

Dengan demikian, dapatlah diruntut pengabaian, pelanggaran serta kekavauan lainnya terhadap kesempatan Penulis yang merupakan peserta Tes CAT SKD MA RI telah melanggar ketentuan-ketentuan HAM. Berikut uraian ketentuan-ketentuan HAM yang setidaknya menjadi dasar tuduhan Penulis terhadap tindakan Panitia Seleksi, yaitu sebagai berikut :

  1. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia (Pasal 28C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945).
  2. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum (Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945).
  3. Setiap orang berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28D ayat (3) UUD NRI Tahun 1945).
  4. Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28H ayat (2) UUD NRI Tahun 1945).

D. Harapan Atas Reformasi Hukum Di Indonesia Yang Berbasis Pada Hukum Progresif

Hukum dan undang-undang itu tidak berdiri sendiri. Ia tidak sepenuhnya otonom dan punya otoritas absolut. Apabila pendekatan terhadap kehidupan hukum suatu bangsa hanya dengan meggunakan tolak ukur undang-undang, maka hasil yang diperoleh tidaklah memuaskan. Artinya, sulit untuk dapat memperoleh gambaran tentang keadaan hukum yang sebenarnya hanya dengan membaca peraturan perundangannya saja. Diperlukan potret kenyataan hukum yang hanya dapat dilihat melalui perilaku hukum sehari-hari. Hukum Progresif memecahkan kebuntuan itu. Hukum Progresif menuntut keberanian aparat hukum menafsirkan pasal untuk memperadabkan bangsa.[7]

Salah satu penyebab kemandegan yang terjadi didalam dunia hukum  adalah karena masih terjerembab  kepada paradigma tunggal positivisme yang sudah tidak fungsional lagi sebagai analisis dan kontrol yang bersejalan dengan tabel hidup karakteristik manusia yang senyatanya pada konteks dinamis dan multi kepentingan baik pada proses hukumnya maupun pada peristiwa hukumnya.[8]

Semakin kemari rasanya semakin mengkonfirmasikan kekakuan produk hukum yang dibentuk oleh pejabat tata usaha negara dalam hal ini pihak BKN yaitu Peraturan BKN No. 2 Tahun 2021 memang nyata terjadi. Sebelumnya juga, ketentuan normatif yang terkesan ‘kaku’ seperti ini dahulunya pernah ada dalam masalah yang di mana Putusan Mahkamah Konstitusi No. 102/PUU-VII/2009 telah  memberikan ruang baru dalam konteks memberikan jalan keluar atas kekakuan hukum.

Putusan yang memberikan kelonggaran pada prosedur administratif pelaksanaan Pemilu Presiden yang diadakan pada 8 Juli 2009, yaitu dengan diperbolehkannya penggunaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan paspor dalam proses pemilihan, telah sedikit banyak memberikan jaminan terhadap hak warganegara pada pelaksanaan pesta demokrasi tersebut. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 102/PUU-VII/2009, memiliki  implikasi dalam bentuknya sebagai dasar argumentasi, yang berkaitan dengan sikap dan kebijaksanaan yang dilakukan oleh KPUD untuk menyelesaikan problematika Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang muncul.[9]

Pejabat tata usaha negara yang punya otoritas dalam proses Tes CAT SKD MA RI T.A 2021 tersebut sebetulnya dapat menggunakan diskresi (freies ermessen). Dengan bersandar pada freies ermessen, pejabat tata usaha negara negara memiliki kewenangan yang luas untuk melakukan berbagai tindakan hukum dalam rangka melayani kepentingan masyarakat  atau mewujudkan  kesejahteraan umum, dan untuk melakukan tindakan itu diperlukan instrumen hukum. Artinya, bersamaan dengan pemberian kewenangan yang luas untuk bertindak diberikan pula kewenangan untuk membuat instrumen hukumnya.[10]

Sebagai upaya perlindungan terhadap hak kepesertaan a.n Imanuel Mahole untuk dapat mengikuti Tes CAT SKD MA RI T.A 2021 berdasarkan asas-asas umum pemerintahan yang baik yaitu asas kemanfaatan[11], asas tidak menyalahgunakan kewenangan[12] dan asas pelayanan yang baik.[13]

Demikianlah karakter hukum progresif yang dibangun (dikonstruk) oleh pendirinya yaitu Satjipto Rahardjo yang mengkonsepsikan bahwa “Hukum harus mengabdi kepada kepentingan manusia, bukan sebaliknya manusia yang harus menghambakan diri kepada hukum”. Namun kenyataannya, hukum telah kehilangan rohnya (value-nya) yaitu keadilan, sehingga dalam penegakannya, hukum tampil bagai raksasa yang setiap saat menerkam rasa keadilan masyarakat melalui anarkismenya yang berkedok kepastian hukum dalam bingkai positivisme yang mengkultuskan undang-undang[14] (Baca : Peraturan BKN No. 2 Tahun 2021).

 

Referensi :

[1] Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pelaksanaan Seleksi Kompetensi Dasar (Skd) Cpns Mahkamah Agung Republik Indonesia Tahun Anggaran 2021 Di 8 (Delapan) Lokasi Mandiri. Diakses dari https://www.mahkamahagung.go.id/id/pengumuman/4797/pelaksanaan-seleksi-kompetensi-dasar-skd-cpns-mahkamah-agung-republik-indonesia-tahun-anggaran-2021-di-8-delapan-lokasi-mandiri pada hari Sabtu, 11 September 2021, Pukul 21.03 WITA.

[2] Angka 1 huruf d Tata Tertib Pelaksanaan Seleksi Lampiran I Peraturan Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Prosedur Penyelenggaraan Seleksi Dengan Metode Computer Ass/Sted Test Badan Kepegawaian Negara

[3] Pasal 78 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik IndonesiaNomor 23 Tahun 2010.

[4] Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Sukabumi. Teknologi E-KTP dan Pemanfaatannya Bagi Masyarakat.Diakses dari https://www.dukcapilkabsukabumi.org/blog/teknologi-e-ktp-dan-pemanfaatannya-bagi-masyarakat/ pada Hari Sabtu, 11 September 2021, Pukul 22. 05 WITA.

[5] Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Sukabumi. Teknologi E-KTP dan Pemanfaatannya Bagi Masyarakat.Diakses dari https://www.dukcapilkabsukabumi.org/blog/teknologi-e-ktp-dan-pemanfaatannya-bagi-masyarakat/ pada Hari Sabtu, 11 September 2021, Pukul 22. 19 WITA

[6] Badan Kepegawaian Negara. Melalui Big Data, Tingkatkan Penerapan Smart City Menuju ‘Lahirnya’ Smart People. Diakses dari https://www.bkn.go.id/berita/melalui-big-data-tingkatkan-penerapan-smart-city-menuju-lahirnya-smart-people pada Hari Sabtu, 11 September 2021, Pukul 22.13 WITA.

[7] H. Deni Nuryadi. Progressive Legal Theory And Implementation In Indonesia. Jurnal Ilmiah Hukum De’Jure: Kajian Ilmiah Hukum. Volume 1  Nomor 2  September 2016. Hlm. 394

[8] Mukhidin. Hukum Progresif Sebagai Solusi Hukum Yang Mensejahterakan Rakyat. Jurnal Pembaharuan Hukum Volume I No. 3  September – Desember 2014. Hlm. 268.

[9] Pusat Kajian Konstitusi FH-Universitas Brawijaya. Implikasi Putusan MK No. 102/PUU-VII/2009 Terhadap  Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Studi di Kabupaten Malang dan Kota Pasuruan). Jurnal Konstitusi, Volume 8, Nomor 1, Februari 2011. Hlm 145.

[10] Gusti Ayu Ratih Damayanti. Freies Ermessen Dalam Konsep Negara Kesejahteraan. Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram. Hlm. 43.

[11] Pasal 10 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.

[12] Pasal 10 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.

[13] Pasal 10 ayat (1) huruf hUndang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan.

[14] Marilang. Considering The Progressive Legal Justice Paradigm. Jurnal Konstitusi, Volume 14, Nomor 2, Juni 2017. Hlm. 315.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *