Liando Beberkan Alasan Calon Menyuap Pemilih di Pilkada

NEWS, POLITIK101 Dilihat

Manadosiana.net, MANADO – Kekuatan money politik di kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 ini, sepertinya belum akan hilang.

Hal itu disampaikan oleh, pengamat kepemiluan, Ferry Daud Liando. Bahkan menurut Liando, hal itu akan lebih parah ketimbang Pilkada sebelumnya.

Penyebab pertama, pilkada akan dijadikan ajang kekuatan masing-masing parpol untuk persiapan pemilu 2024. Bagi parpol, untuk menguasai perolehan jumlah kursi di DPR, maka hal yang harus direbut adalah memenangkan kepala daerah.

“Kedua, melaksanakan Pilkada ditengah penularan COVID-19 tentu akan menguntungkan calon yang hanya bermodalkan uang. Ketiga, menghormati protokol kesehatan yang dibuat pemerintah, maka akan secara otomatis membatasi ruang gerak petugas pengawas Pilkada, media maupun masyarakat mengawasi pergerakan dan aktivitas masing-masing calon dan tim sukses,” jelas Liando.

Liando yang notabenenya merupakan, Pembina Pusat Studi Kepemiluan Fispol Unsrat, menjelaskan sebab terjadinya money politik karena pertama, parpol tak pernah membekali calon dengan pendidikan moral dan etika kepemimpinan sebelum menjadi calon kepala daerah.

“Buah atas kelemahan itu menjadikan calon kepala daerah tak melandasi moral sebagai pegangan utama dalam berkompetisi,” katanya.

Kedua, pengalaman kepemimpinan di masyarakat yang terbatas menyebabkan jejaring dan interaksi sosial tidaklah terbuka dan meluas.

“Ketiga, calon kepala daerah, pelaku kejahatan politik uang terkesan sebagai upaya untuk menutupi banyak kekurangan calon. Kekurangan itu bisa jadi karena minim reputasi dimasa lalu sehingga namanya tidak populer atau bisa jadi keterbatasan inovasi dan keterampilan mempengaruhi pemilih,” lanjut akademisi Fispol Unsrat.

Menurut Liando, Jika parpol tak bisa diharapkan menjaring calon terbaik, dan regulasi juga memiliki banyak keterbatasan dalam melahirkan pemimpin terbaik maka benteng terakhir, untuk menciptakan pemimpin bersih adalah masyarakat pemilih.

“Pemilih yang baik tentu tidak akan menerima apapun pemberian dari calon manapun. Pemilih yang baik akan bisa menilai bahwa calon yang hanya mengandalkan uang dan berusaha membeli suaranya dapat dijadikan ukuran moral yang buruk. Dan tidak mungkin bagi pemilih itu untuk memilihnya pada 9 Desember 2020 nanti,” tandas Ketua Minat Tata Kelola Pemilu, Pascasarjana Unsrat.(*)