Bappenas RI Bahas RUU Ibu Kota Negara, Liando : Pindah IKN Harus Referendum

MANADO, NEWS, POLITIK150 Dilihat

 

Manadosiana.net, MANADO – Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia (Bappenas RI) bersama Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) menggelar Konsultasi Publik, Jumat (17/12/2021) di Swiss-Belhotel Maleoasan Manado.

Mengusung tema ‘Rancangan Undang-Undang Tentang Ibu Kota Negara’, dengan menghadirkan narasumber yang berkompeten pada bidangnya. Salah satunya, Ferry Daud Liando sebagai narasumber dari Unsrat.

Pengamat politik pemerintahan itu mengatakan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur memerlukan kajian mendalam agar tidak terjadi konflik.

Menurutnya, untuk mengatasi dampak buruk dari pemisahan itu, ada dua hal yang bisa dilakukan dalam menghadapi segala bentuk potensi ancaman.

“Pertama, untuk meredam pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat perpindahan IKN maka, sebaiknya hanya bersifat Daerah Khusus Pemerintahan Pusat (DKPP). Aktivitasnya hanya sebatas pada kegiatan pemerintahan. Sementara untuk aktivitas industri, pariwisata, pendidikan dan hiburan tetap terpusat di Jakarta. Australia, Amerika dan sejumlah negara lain telah mempraktikkan itu sebelumnya,” tutur Liando.

Liando menjelaskan bahwa perpindahan IKN harus melewati mekanisme uji publik. Hal tersebut sebagai kriteria dalam proses UU IKN sebagaimana amanat konstitusi.

“Hal kedua untuk mengatasi potensi gejolak di masyarakat maka perpindahan IKN harus melewati mekanisme uji publik. Uji publik ini akan juga menjadi salah satu kriteria dalam proses pembentukan UU IKN sebagaimana amanat konstitusi bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat,” jelas Liando.

Ia pun menambahkan, bahwa proses uji publik dapat dilakukan semacam referendum melalui mekanisme Pemilihan Umum (Pemilu).

“Dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Pemilu adalah pemilihan untuk memilih presiden/wakil presiden, memilih DPD RI, memilih DPR RI, memilih DPRD provinsi dan Kabupaten/Kota,” tuturnya.

“Tidak ada nomenklatur yang menjelaskan bahwa referendum masuk kategori pemilu. Namun dalam dinamika berdemokrasi kita ada proses lain yang tidak disebutkan dalam UU pemilu tapi bisa dilaksanakan melalui pemilu,” sambungnya.

Pemilihan kepala daerah (Pilkada) sesungguhnya bukanlah bagian dari pemilu sebagaimana penjelasan pasal 1 ayat 1 UU nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, “tapi dalam pelaksanaannya dilaksanakan melalui pemilu. Oleh karena itu penyelenggara pemilihan kepala daerah dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum atau KPU. Dalam pasal 1 ayat 7 dan 8 UU nomor 7 tahun 2017, tugas KPU adalah melaksanakan pemilahan Umum,” kata Ahli Kepemiluan itu.

Wakil Sekjen I AIPI ini kemudian menjelaskan mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagaimana Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang menangani sengketa perselisihan hasil pemilu, juga ikut menangani sengketa hasil Pilkada.

Hal ini tercatat dalam sejarah demokrasi di Indonesia pernah melakukan mekanisme referendum untuk menentukan apakah rakyat Timor Timur merupakan bagian dari NKRI atau keluar dari NKRI.

Proses referendum saat berlangsung secara demokratis dan menghasilkan bahwa Timor Timur lebih menghendaki keluar dari NKRI. Artinya proses referendum tidaklah melanggar konstitusi negara.

“Model referendum bisa dilakukan bersifat lokal untuk masyarakat setempat apakah setuju atau tidak setuju daerahnya dijadikan kawasan IKN atau dapat melibatkan seluruh warga negara dalam rangka memenuhi prosedur partisipasi publik dalam pembuatan UU sebagaimana ketentuan UU Nomor 12 Tahun 2011,” tandas Liando.

Dalam kegiatan itu, hadir pula sebagai narasumber dari Unsrat Prof Fabian Manopo., Prof. Charles Keppel., Prof. Dr. Zetly Tamod., Dr. Vecky Masinambow. Sementra itu, narasumber dari Bappenas diwakili oleh Staf ahli Menteri Bidang Hubungan Kelembagaan, Dr. Diani Sadiawati., dan Deputi Bidang Ekonomi, Amalia Adininggar Widyasanti. Kegiatan berlangsung interaktif, dan dipandu oleh moderator Dr, Mayske R. Liando bersama Joy Tulung PhD.(*)