MANADO – Penyidik Ditreskrimsus Polda Sulut menghentikan penyelidikan dan penyidikan dugaan tindak pidana Perbankan yang dilaporkan oleh seorang pria berinisial MEP, berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/223/V/2021/SPKT/Polda Sulut, tanggal 4 Mei 2021.
Hal tersebut dijelaskan Kapolda Sulut Irjen Pol Setyo Budiyanto saat menggelar konferensi pers, didampingi Irwasda Kombes Pol Bayu, Kabid Humas Kombes Pol Iis Kristian, Ahli Pidana, Ahli Perbankan OJK dan Penyidik Ditreskrimsus Polda Sulut, di aula Tribrata, Selasa (18/4/2023) malam.
“Perkara ini telah dihentikan oleh Penyidik dengan alasan tidak cukup bukti dan telah diberitahukan kepada para pihak. Apabila pelapor keberatan, konstitusi kita memberikan ruang kepada pelapor untuk menempuh upaya hukum lainnya,” ujarnya, di hadapan puluhan wartawan pos liputan Polda Sulut.
Lanjutnya, pelapor tidak puas terhadap hasil penyelidikan/ penyidikan kemudian memviralkan ke beberapa akun media sosial terkait hal tersebut. Pelapor juga telah membuat laporan pengaduan masyarakat (Dumas), baik ke tingkat Mabes Polri (Bareskrim, Itwasum dan Div Propam), serta Kompolnas.
“Atas pengaduan masyarakat tersebut, telah dilakukan pemeriksaan atau klarifikasi oleh Itwasum Polri terhadap Penyidik, dengan hasil bahwa tindakan Penyidik sudah sesuai prosedur,” lanjut Irjen Pol Setyo Budiyanto.
Dalam perkara ini, Penyidik juga telah mengundang beberapa ahli dalam pelaksanaan Gelar Perkara yang dilaksanakan 5 April 2023.
“Demi kepentingan transparansi penanganan perkara, pada 5 April 2023 telah dilaksanakan Gelar Perkara dengan mengundang pelapor dan kuasa hukum, terlapor, fungsi pengawasan internal Polda Sulut, serta menghadirkan Ahli Perbankan OJK dan Ahli Pidana. Dan dalam gelar tersebut, pelapor meninggalkan ruang gelar tanpa alasan,” katanya.
Perkara ini berawal dari keberatan pelapor sebagai debitur di salah satu bank di Tahuna, Kabupaten Kepulauan Sangihe. Pelapor keberatan dengan agunan yang tidak diserahkan kepadanya, melainkan kepada pihak lain, tanpa sepengetahuan debitur dan terbitnya addendum III yang diduga ada tanda tangan palsu.
“Berdasarkan hasil penyidikan, diperoleh fakta hukum bahwa benar pelapor telah mengajukan kredit modal ke bank senilai Rp. 550 juta dengan jaminan berupa SHM di Sawang Bendar, pada bulan April 2013,” kata Irjen Pol Setyo Budiyanto.
Namun seiring waktu berjalan, pelapor tidak mampu melunasi hutangnya, sehingga dirinya melakukan 3 kali pengajuan addendum, yaitu pada April 2014, April 2015 dan April 2016.
Dan pada bulan April 2017, fasilitas kredit tidak diperpanjang lagi karena yang bersangkutan masih gagal bayar.
“Pelapor kembali mengajukan addendum IV namun tidak disetujui oleh bank, karena history fasilitas kredit pelapor mengalami keterlambatan, dan pada bulan Oktober 2017 kredit pelapor dinyatakan macet oleh bank kemudian diberikan beberapa kali peringatan,” ujarnya.
Akibat kredit macet, konsekuensinya dalam SOP bank akan melakukan lelang agunan.
“Sebelum melakukan lelang, pihak bank menghubungi keluarga pelapor dan kembali menyatakan apabila hutang tidak dilunasi maka bank akan melakukan lelang agunan,” kata Kapolda.
Pihak keluarga akhirnya sepakat menyelesaikan hutang pelapor secara bertahap pdan hal tersebut diketahui oleh pelapor.
“Pelapor kemudian memberikan 3 surat kuasa kepada ibu kandung, saudara NB dan surat kuasa kepada ahli waris semua kakak beradik pelapor, untuk melakukan pengurusan kredit. Dan agunan tersebut kemudian telah diserahkan oleh bank kepada ibu kandung pelapor,” lanjut Irjen Pol Setyo Budiyanto.
Kemudian pada 2 Januari 2023 berdasarkan izin Pengadilan, Penyidik dan Kuasa Hukum Pelapor dan disaksikan Pemerintah setempat melakukan penggeledahan di bank, namun dokumen addendum III tidak ditemukan.
“Berdasarkan keterangan Ahli Perbankan, OJK dan Ahli Pidana, tidak terdapat penghilangan atau tidak dilakukan pencatatatan baik dalam pembukuan maupun laporan bank. Kredit yang dilakukan pelapor tidak dihilangkan, dan tetap tercatat dalam sistem perbankan, walaupun addendum III fisik belum ditemukan, bukan termasuk dalam kategori kesengajaan penghilangan atau tidak dilakukan pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Perbankan,” lanjutnya.
Justru katanya, adanya addendum III memberikan waktu tambahan bagi pelapor untuk melunasi kredit.
“Usaha pelapor masih berjalan sehingga tidak ada yang dirugikan, malah justru pelapor diuntungkan karena masih menikmati perpanjangan jangka waktu addendum III tersebut,” kata Kapolda.
Dengan terbitnya addendum III tersebut, terbukti pelapor masih membayar bunga dan pokok sebagai kewajiban. Kalau addendum III tidak diperpanjang, maka pelapor harus melunasi seluruh kewajiban kredit.
“Proses penyidikan tidak dapat dilanjutkan karena tidak terpenuhi 2 alat bukti yang dapat membuktikan adanya subjek hukum yang bertanggungjawab atas dugaan tindak pidana perbankan pencatatan palsu,” pungkas Kapolda Sulut. (Humas Polda Sulut)