MANADO, Manadosiana.net – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Utara, telah melaksanakan debat kandidat untuk pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur untuk Pemilihan Kepala Daerah serentak 2020.
Terkait hal itu, Dr Fanley Pangemanan, S.Sos., MSi mengatakan dengan debat tersebut, tentu masyarakat telah mengetahui apa sebenarnya sasaran-sasaran jangka menengah dari para kandidat.
“Secara umum saya hanya mau melihat bahwa debat yang disuguhkan melalui penyelenggara pemilu adalah sesuatu hal yang sangat penting karena disini banyak dinilai oleh masyarakat baik dari segi program maupun kualitas pasangan calon ataupun kuantitas dari paslon,” ujar mantan komisioner KPU Minahasa Selatan.
Pangemanan menilai ukuran dari debat yang sudah ditayangkan kemudian disaksikan oleh masyarakat, efektif atau tidak, itu tergantung dari semua pemilih itu sendiri. Dirinya melihat bahwa debat ini, yang tujuan sebenarnya adalah bagaimana pasangan calon ingin memberikan suatu materi, program dan memberikan berbagai tawaran solusi dan strategi untuk suatu permasalahan.
“Baik program yang sudah ada dan berjalan saat ini atau mungkin dalam kebaruan program itu ke depan, bagaimana mereka merealisasikan itu masih relatif juga, dan ini salah satu pertimbangan sehingga pemilih berpikir bahwa dari satu sisi debat ini merupakan satu momen yang sifatnya formalitas. Jadi, formalitas dalam arti karena memang ini merupakan bagian dari tahapan yang itu harus dilaksanakan,” katanya.
Meski demikian Dia melanjutkan, debat adalah suatu cara untuk menarik atau untuk meyakinkan warga pemilih agar bisa memilih pasangan calon itu. Terkait persentase atau berapa besaran pengaruh dari debat, masih sulit untuk diukur.
“Saya berani mengatakan ini belum juga terlalu efektif karena masih banyak tawaran-tawaran yang di luar debat, yang kemudian disuguhkan oleh setiap pasangan calon dimasa-masa menjelang hari H pemilihannya ini, sehingga mereka melupakan apa yang disampaikan saat visi misi di saat debat, ini yang saya mau sampaikan adalah bagaimana meminimalisir, mengumpulkan dan meraup suara sebanyak mungkin dengan cara yang elegan dan normatif, ini yang sulit dilakukan oleh pasangan calon,” jelas Dosen Politik Fispol Unsrat.
Fanley Pangemanan yang notabenenya sebagai Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan Fispol Unsrat, menjelaskan alasan calon sulit meraup suara dengan jalan yang di atur oleh aturan, dikarenakan stigma yang ada di paslon terhadap masyarakat, bahwa masyarakat beranjak dari tempatnya datang di Tempat Pemungutan Suarata (TPS) oleh karena ada suatu motivasi tertentu, orientasinya sudah berbeda, bukan orientasi sebagai tolak ukur dari demokrasi tapi pada sisi ekonomi isi perut.
“Jadi bukan lagi visi dan misi yang diprioritaskan, melainkan yang dilihat adakah gizi yang disuguhkan oleh para pasangan calon, ini pembelajaran politik yang kurang baik dan ini sangat menantang untuk pasangan calon apakah mereka mampu untuk menterjemahkan bermain fair, dalam melaksanakan tahapan dan mengikuti prosedur-prosedur baku kepemiluan,” ucapnya.
Menurutnya, untuk melaksanakan dan menjalani demokrasi yang bersih, demokrasi yang sesuai dengan aturan kalau semua pasangan calon itu mempunyai komitmen yang sama.
“Jadi setiap pasangan calon harus mempunyai pemahaman dan pemikiran bahwa suara yang dihentar dan dibawah oleh pemilik suara ke kotak suara adalah benar-benar murni sesuai dengan kehendak isi hati, bukan kehendak isi kantong, jadi jika itu dibiarkan itu berjalan tanpa ada iming-iming tanpa ada sentuhan atau demokrasi pemilihan langsung atau pemilihan serentak ini akan menghasilkan pemimpin yang benar-benar murni karena demokrasinya,” pungkas Pangemanan.(*)