Gelar Dialog, Pusat Studi Kepemiluan Bedah Masalah Pemilu

Manadosiana.net, MANADO – Pusat Studi Kepemiluan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fispol) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, menggelar dialog interaktif melalui media daring, pada jumat (1/5/2020).

Dengan mengangkat tema “Menginventarisasi Masalah Pemilu”, Pusat Studi Kepemiluan yang dibina langsung oleh pengamat kepemiluan, Dr Ferry Daud Liando, SIP, M.Si.

Dalam dialog tersebut, Liando hadir sebagai pengantar materi. Dirinya mengatakan tema yang diangkat relevan dengan revisi Undang-Undang (UU) Pemilu mendatang.

“Topik yang diangkat relevan dengan revisi UU Pemilu yang tahun ini masuk dalam Program Legislatif Nasional DPR RI. Dengan mengangkat tema tersebut, memberikan kesempatan kepada seluruh warga Negara dan stakeholder atau bahkan aktor-aktor pemilu  untuk memberikan masukan terhadap penguatan UU Pemilu,” ujar Liando.

Dengan menghadirkan tiga narasumber yang berkompeten dibidang masing-masing.

Meidy Yafeth Tinangon, S.Si.,M.Si, komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut). Meidy menjabarkan hal-hal yang harus menjadi perhatian ketika membahas tentang pemilu.

“Pertama, substansi dan tujuan dari pemilu. Pemilu 2019, adalah catatan sejarah baru bagi Indonesia dimana pertama kalinya pemilu serentak dilaksanakan antara Pilpres dan Pilcaleg. Itu dirancang dengan tujuan-tujuan tersendiri, baik dalam rangka untuk memperkuat sistem presidensial, meningkatkan partisipasi pemilih, serta efisiensi anggaran,” jelasnya.

“Kedua, melihat pengalaman empiris baik dari KPU maupun Bawaslu dan DKPP,” sambungnya.

Hal yang terakhir menurutnya adalah mendesain ulang kerangka hukum Pemilu. Dia mengatakan harus memperhatikan perkembangan isu yang terjadi pasca Pemilu. Seperti saat ini, sedang bergumul dengan pandemik covid-19. Selama ini, hanya membahas dalam konteks pelaksanaan Pilkada, karena bertepatan dengan tahapan Pilkada.

“Kedepannya, hal-hal seperti ini harus diakomodir dalam perubahan Undang-Undang Pemilu, agar supaya ketika hal-hal seperti ini terjadi Undang-Undang Pemilu untuk Pemilu kedepan bisa diantisipasi. Sehingga kita bisa memikirkan bagaimana jika Pemilu ditunda, bagaimana Pemilu susulan dan Pemilu ulang,” tuturnya.

Sementara itu, hadir pula sebagai narasumber, Supriyadi Pangellu, SH, komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sulut. Panggelu membahas kendala yang dihadapi Bawaslu berkaca dari pemilu ditahun-tahun sebelumnya.

Kendala yang subtansial pertama adalah soal proses hukum pidana Bawaslu, karena dalam penindakan hukum Pemilu, Bawaslu tidak bisa bertindak sendiri.

“Soal melakukan proses hukum pidana dalam politik uang. Memang kendala-kendala selama ini, karena dalam proses penindakan hukum pemilu, Bawaslu berkerinduan bahwa ada secamacam KPK mini dalam Bawaslu sendiri walupun substitusinya ada perwakilan kejasaan, kepolisian, tetapi satu rumah dengan Bawaslu,” ujar Pangellu.

Hal berikutnya yang dia sampaikannya adalah terkait netralitas ASN yang sulit pula untuk ditindak.

“Kesulitan memproses ketidaknetralan ASN, padahal dari segi penanganan sudah dilakukan oleh Bawaslu, tetapi soal pemberian sanksi bukanlah kewenangan Bawaslu,” katanya.

Pusat studi kepemiluan tak hanya menghadirkan narasumber dari penyelenggara Pemilu, tetapi menghadirkan politisi yang terlibat sebagai kontestan pemilu, Melky J. Pangemanan, S.IP., MAP., M.Si, Ketua Partai Solidaritas Indonesia Sulut dan anggota DPRD Sulut.

Melky mengatakan, perlu adanya revisi terkait UU Pemilu, yang didalamnya juga mengatur secara teknis penyelenggaraan pemilihan, kontestan, penyelenggara, bahkan masyarakat itu sendiri.

“Secara substansial, perlu adanya pendekatan komprehensif dalam  hal perbaikan regulasi, tetapi juga dalam hal bagaimana penindakan,” tuturnya.

Kemudian, dia mengatakan perbaikan regulasi jangan serta merta hanya bagian dari perbaikan secara procedural.

“Tetapi perbaikan demokrasi ini menyeluruh yang sifatnya holistik sehingga mampu membawa pengaruh pada demokrasi secara substansial. Dengan harapan bersama, bisa menghasilkan pemimpin yang berkualitas yang mampu membawa dampak yang signifikan pada perubahan masyarkat yang lebih baik,” tutup Melky.

Dialog interaktif ini dimodetatori oleh Yubertmaifel Deo Rawis, direktur Hukum dan UU Pemilu Pusat Studi Kepemiluan, serta diikuti oleh 50an partisipan dari berbagai kalangan, baik penyelenggara Pemilu, KPU, Bawaslu, Akademisi, Mahasiswa, bahkan masyarakat.(Mineshia)