Manadosiana.net, Jakarta – Putusan Banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang mengurangi vonis hukuman terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari dari sebelumnya 10 tahun menjadi 4 tahun penjara memantik respon praktisi terhadap penegakan hukum. Kurangnya hukuman selama 6 tahun atas 3 (tiga) pelanggaran pidana berat ini mencengangkan publik.
Praktisi Hukum David Sitorus SH MH menilai, putusan terhadap Jaksa yang divonis bersalah dalam kasus suap, Pemufakatan Jahat, dan Pencucian Uang, terus terkait perkara korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra merupakan sah di mata Hakim Peradilan tingkat ke dua sesuai Criminal Justice System.
“Hakim memiliki independensi terhadap penentuan putusan, untuk itu kita harus menghargai putusan yang telah dikeluarkan hakim. Adanya perbedaan pendapat dan penilaian masyarakat, baik dari praktisi ataupun akademisi adalah sah-sah saja sepanjang tidak mencederai harkat dan martabat hakim,” Kata David, Sabtu (26/06/21).
Namun, secara objektif, David juga mempertanyakan bagaimana seseorang yang dinyatakan terbukti bersalah terhadap 3 perkara sekaligus tersebut justru mendapat pemotongan hukuman.
“Jujur saja, putusan ini sangat mengagetkan saya. Bagaimana mungkin seseorang yang terbukti bersalah atas 3 perkara malah dipotong masa hukumannya. Belum lagi, saat melakukan pidana, Ia adalah penegak hukum yang justru mencederai martabat penegak hukum. Ini melukai perasaan publik. Namun apapun itu, putusan hakim harus dihargai,” Ujar David, yang juga merupakan Mantan Sekretaris Umum PP GMKI ini.
David menyampaikan, upaya hukum yang seharusnya dilakukan Jaksa selanjutnya adalah Kasasi terhadap putusan banding ini.
“Daripada mengeluh terhadap putusan hakim yang bagaimanapun tidak akan mengubah keadaan, maka seharusnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) melakukan upaya kasasi agar putusan kembali sesuai dengan yang diharapkan,” katanya.
David berpandangan, jika melihat tuntutan yang diajukan kejaksaan, putusan banding ini memang sepertinya seturut dengan tuntutan JPU.
“Jika jaksa tak melakukan Kasasi, akan terlihat aneh. Kenapa Jaksa menerima putusan yang diajukan banding oleh pihak terpidana yang memotong masa hukuman? Tak hanya itu, terdakwa yang mantan Jaksa ini, sudah sangat merusak citra Kejaksaan. Hal ini harus mendapat perhatian Jaksa Agung, agar tidak ada lagi dikemudian hari oknum yang merusak citra institusi,” kata alumni Magister Hukum Universitas Indonesia ini.
Menurutnya, sangat banyak kejanggalan ketika kasus ini muncul ke publik. Antara lain terkait siapa saja orang yang terlibat ataupun tidak terlibat, hukuman yang diberikan, bahkan peristiwa kebakaran di Kejaksaan Agung tepat setelah kasus ini muncul ke publik.
“Masih banyak kejanggalan di mata publik terkait kasus ini. Adanya kebakaran kantor Kejaksaan, siapa saja orang yang terlibat ataupun tidak terlibat dan berbagai kejanggalan lain. Seharusnya, jika ada kasus yang melibatkan oknum institusi tertentu, proses penyelidikan, penyidikan, maupun penuntutan seharusnya dilakukan institusi yang lain. Dalam kasus ini, seharusnya peran KPK lebih banyak terlibat. Namun, kita berusaha tetap patuh dan memberikan kepercayaan kepada penegak hukum menangani kasus ini secara transparan,” ujar David.
Sebelumnya, Majelis Hakim yang dipimpin oleh Muhammad Yusuf selaku Ketua, dengan hakim anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Renny Halida Ilham Malik, pada tanggal 14 Juni 2021 lalu, mengagetkan publik dengan memutuskan mengurangi masa hukuman Jaksa Cantik Pinangki Mala Sari dari 10 tahun menjadi 4 Tahun.
Komentar