Jakarta – Jelang akhir tahun 2020, Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) memberikan apresiasi dan beberapa catatan atas kinerja Pemerintah dalam menanggulangi persoalan radikalisme dan terorisme di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan oleh Ketua DPP GAMKI Bidang Pembinaan Ideologi Pancasila dan Penanggulangan Terorisme, Broery Pater Tjaja melalui siaran pers pada hari Kamis (24/12/2020) malam.
GAMKI mengapresiasi pemberian dana kompensasi kepada korban terorisme sebesar Rp. 39,2 miliar. Penerima dana kompensasi ini adalah 215 korban dan ahli waris dari 40 peristiwa terorisme masa lalu, yang diserahkan langsung oleh Presiden Joko Widodo secara simbolik di Istana Negara pada hari Rabu, (16/12).
“Terimakasih kepada Presiden Jokowi yang telah memberikan dana kompensasi. Walaupun bantuan ini tidak mungkin mengganti kehilangan dari korban dan ahli waris, namun ini menunjukkan kepedulian Negara terhadap persoalan setiap warganya dan Negara berusaha semaksimal mungkin menanggulangi akibat yang dirasakan warganya dari terorisme,” ujar Broery.
Broery menilai bahwa dana kompensasi ini dapat membantu para korban dan ahli waris yang masih merasakan dampak dari peristiwa terorisme di masa lalu, antara lain kemungkinan masih ada yang mengalami putus asa karena kehilangan orang yang dikasihi, serta kesulitan yang mereka alami karena harus memenuhi kebutuhan hidup dengan kondisi kehilangan ataupun keterbatasan fisik.
“Negara harus selalu hadir dalam membantu warganya, khususnya yang menjadi korban tindakan kriminal luar biasa (extra ordinary crime) seperti terorisme ini. Semoga korban-korban terorisme lainnya dapat segera mendapatkan bantuan dana kompensasi dari pemerintah,” lanjut Broery yang akrab disapa Ater ini.
GAMKI juga mengingatkan kepada Pemerintah untuk bertindak tegas terhadap pelaku terorisme yang melakukan pembantaian terhadap beberapa penduduk di Sigi, Sulawesi Tengah yang belum tertangkap sampai saat ini.
“Kami menunggu hasil pencarian yang dilakukan oleh pihak Kepolisian terhadap teroris yang melakukan tindakan keji membantai dan membakar beberapa penduduk di Sigi, serta membakar sebuah rumah yang selama ini dijadikan sebagai tempat beribadah. Negara harus bersikap tegas terhadap kelompok radikal dan teroris ini,” ujar mahasiswa program doktoral UKSW Salatiga ini.
Kepala Departemen Wawasan Nusantara dan Bela Negara DPP GAMKI, Arbie S. Haman menyampaikan adanya informasi yang mengungkapkan dugaan keberadaan 6000 jaringan teroris di Indonesia.
“Sel-sel tidur ini akan makin bertambah jumlahnya jika dibiarkan bergerak dan mendapat sokongan pendanaan. Perlu ditelusuri sumber pendanaannya, serta apakah ada kelompok dan ormas di Indonesia yang mendukung eksistensi dari jaringan terorisme ini,” katanya.
Arbie mendukung pemerintah yang bertanggungjawab memberikan dana kompensasi kepada korban dan ahli waris dari peristiwa-peristiwa terorisme di masa lalu. Namun di sisi lain, pemerintah juga harus terus berupaya melakukan pencegahan terhadap potensi tindakan terorisme di masa mendatang.
Menurutnya, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Intelijen Negara (BIN), Mabes Polri, dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) perlu bekerjasama dengan berbagai stakeholder lainnya terkait program deradikalisasi. Semua elemen perlu dilibatkan untuk memerangi radikalisme dan terorisme di Indonesia.
“Selain melakukan penyuluhan dan pendidikan kepada masyarakat tentang nilai-nilai Pancasila, toleransi, dan deradikalisasi, perlu juga ditelusuri apakah jaringan kelompok radikal dan teroris sudah masuk ke dalam organisasi masyarakat, lembaga pendidikan, institusi pemerintah, ataupun swasta. Lebih baik kita mencegah daripada mengobati, demi keamanan dan keselamatan seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.
Komentar