manadosiana.net, MANADO – Sulawesi Utara baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-61 lewat rapat paripurna istimewa DPRD, (13/9/2025). Kehadiran gubernur, wakil gubernur, pimpinan DPRD, hingga jajaran Forkopimda membuat perayaan ini terasa meriah dan penuh simbol kebersamaan.
Namun, usia 61 tahun bukan sekadar angka. Ia adalah penanda perjalanan panjang sekaligus pengingat bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. HUT semestinya menjadi ruang refleksi, bukan hanya ajang laporan capaian.
Capaian yang Perlu Disyukuri
Di tengah berbagai tantangan, Sulut tetap mencatatkan kemajuan. Pertumbuhan ekonomi semester II tahun 2025 mencapai 5,64 persen, lebih tinggi dari rata-rata nasional. Angka kemiskinan juga menunjukkan tren penurunan.
Program Makan Bergizi Gratis bukan hanya membantu anak sekolah, tetapi juga melibatkan UMKM lokal sebagai penyedia bahan pangan. Sulut bahkan mendapat penghargaan nasional di bidang pemenuhan gizi anak.
Tak kalah penting, kerukunan antarumat beragama tetap terjaga. Beberapa kota masuk daftar kota paling toleran di Indonesia. Modal sosial ini menjadi keunggulan besar di tengah iklim politik nasional yang sering kali terpolarisasi.
Antara Data dan Realita
Meski begitu, editorial ini mengingatkan bahwa capaian di atas kertas sering berbeda dengan kenyataan di lapangan. Pertumbuhan ekonomi 5,64 persen terdengar impresif di ruang rapat, tetapi apakah benar dirasakan petani cengkih di Minahasa, nelayan di Likupang, atau pedagang kecil di Talaud?
Infrastruktur dasar masih menjadi keluhan. Jalan rusak di pedalaman, akses internet minim di perbatasan, hingga fasilitas kesehatan terbatas di kepulauan membuat kesenjangan terasa nyata. Angka statistik tidak boleh menutupi penderitaan rakyat di pelosok.
Lingkungan: Jangan Jadi Korban Pembangunan
Sulut diberkahi laut biru, gunung hijau, dan keanekaragaman hayati yang mendunia. Tetapi semua itu terancam oleh eksploitasi berlebihan, pembangunan tak terkendali, dan minimnya pengelolaan sampah.
Pertumbuhan ekonomi tidak boleh dibayar dengan kerusakan alam. Pemerintah harus berani menegakkan aturan lingkungan. Jika tidak, generasi mendatang hanya akan mewarisi kerusakan, bukan kemakmuran.
Generasi Muda Butuh Akses Merata
Prestasi anak-anak Sulut di tingkat nasional memang membanggakan. Ada Paskibraka, juara Olimpiade Sains, hingga duta siswa nasional. Tetapi fakta di lapangan menunjukkan ketimpangan pendidikan masih besar.
Di kota besar, akses sekolah lebih mudah. Di kepulauan terluar, siswa masih belajar dengan fasilitas minim dan kekurangan tenaga guru. Jika dibiarkan, jurang ini akan membuat retorika tentang “generasi siap bersaing global” sekadar slogan kosong.
Politik dan Kepercayaan Publik
Perayaan HUT ini berlangsung di tengah suhu politik yang menghangat. Editorial ini mengingatkan bahwa masyarakat kini semakin kritis. Mereka tidak hanya menilai dari seremoni dan laporan capaian, melainkan dari konsistensi tindakan nyata.
Integritas para pemimpin diuji: apakah anggaran digunakan transparan? Apakah pembangunan merata? Apakah kebijakan benar-benar berpihak pada rakyat kecil? Tanpa jawaban nyata, perayaan HUT hanya akan menjadi pesta kosong.
Mapalus: Jangan Jadi Slogan
Gubernur Yulius Selvanus menekankan pentingnya mapalus, gotong royong khas Sulut. Pesan ini benar. Tetapi mapalus tidak boleh berhenti sebagai jargon.
Ia harus terlihat dalam praktik sehari-hari: dari cara pemerintah menyusun anggaran, melibatkan rakyat dalam perencanaan, hingga memastikan program benar-benar dirasakan masyarakat kecil. Mapalus sejati adalah kerja bersama, bukan sekadar kata-kata.
Menatap Masa Depan
Editorial ini menutup dengan dua pesan. Pertama, capaian Sulut patut diapresiasi: pertumbuhan ekonomi, penurunan kemiskinan, penghargaan nasional, dan kerukunan sosial adalah modal berharga.
Kedua, pekerjaan rumah tetap besar: pemerataan pembangunan, keberlanjutan lingkungan, kualitas pendidikan, dan transparansi politik. Semua ini hanya bisa dijawab dengan kerja keras dan kejujuran, bukan seremoni.
Usia 61 tahun adalah usia matang. Rakyat Sulut kini menuntut bukti, bukan janji. Jika pemimpin mampu bekerja dengan semangat mapalus sejati, Sulut bisa melangkah lebih jauh: bukan hanya maju di atas kertas, tetapi benar-benar sejahtera, berkelanjutan, dan adil bagi semua.