manadosiana.net, TOMOHON – Pihak Rumah Sakit (RS) Swasta di Tomohon yang dituding oleh Selvie Pondaag, karena diduga telah melakukan Malapraktik kepada anaknya (Alm) Agitha Sidonia Magdalena Wayong, sehingga mengakibatkan perempuan empat orang anak ini harus meninggal dunia akibat luka infeksi, yang diduga disebabkan dari bekas operasi, memberikan klarifikasi. Pihak RS itu membeberkan kronologi penanganan Almarhum (Alm) Agitha Sidonia Magdalena Wayong selama dirawat di Rumah Sakit tersebut. Pihak RS membenarkan Agitha pernah mendapat perawatan di RS itu, sejak tanggal 1 Agustus hingga 3 September 2021.
Pihak RS menjelaskan, pertama kali Agitha datang memeriksakan kesehatan yakni pada tanggal 1 Juli, waktu itu, kata dia, Agitha datang melakukan pemeriksaan kesehatan di Poliklinik Kebidanan Kandungan. Status Agitha waktu itu adalah Rawat Jalan. Sebulan kemudian barulah Agitha menjalani rawat inap di RS itu, rujukan dari RSUD Anugerah Tomohon, dengan keluhan nyeri perut dan muntah-muntah. Dia dirawat di Ruang Yohanes RS itu.
“Jadi dia (Agitha) Rawat jalan. Dia pulang. Sekitar satu bulan kemudian, tanggal 1 agustus dia masuk di IGD RS ini, dengan membawa rujukan dari RSUD Anugerah Tomohon, keluhan nyeri perut, muntah, kemudian Agitha langsung ditangani oleh dokter, dia melakukan pemeriksaan darah, Rontgen. Hasil dari pemeriksaan itu, Agitha di diagnosa mengalami gangguan penyumbatan di organ Usus,” Wakil Direktur (Wadir) Dr Elaine Wulur Mkes.
Mengetahui adanya penyumbatan di Usus, Githa kemudian di konsul ke dokter ahli bedah terkait tindakan apa yang harus dilakukan. Tanggal 2 Agustus, Githa kembali mengeluh sakit perut, pihak dokter lantas memberikan obat-obatan untuk menghilangkan rasa sakit itu. selain memberikan obat penghilang rasa sakit, pihak RS juga melakukan transfusi darah kepada Agitha, karena waktu masuk RS ini kondisi Agitha pucat.
Tanggal 3 Agustus, lanjut dikatakan Wenur, Agitha melakukan pemeriksaan USG. Dari pemeriksaan USG, ditemukan ada Kista di indung telur. Di hari itu, sekitar pukul 10:00 WITA, mengetahui adanya Kista, penanganan Githa dialihkan kepada dokter Kandungan. Sekita pukul 12:50 dilakukan konsul ke penyakit dalam. Saat konsul, ternyata tidak ditemukan adanya penyakit dalam pada Agitha. Pukul 13:00 WITA, Agitha tiba-tiba memburuk, dia mengeluhkan rasa pusing dan gelisah. Pihak RS kemudian memindahkan Agitha, dari ruangan Yohanes ke Ruangan Intensive Care Unit atau disingkat ICU, yang merupakan tempat perawatan pasien kritis.
Pada tanggal 4 Agustus, Agitha di operasi. Menurut Wenur, di dalam kamar operasi, ada tiga dokter diantaranya, ada dokter bedah, kandungan dan dokter anastesi. Yang melakukan tindakan operasi adalah dokter kandungan.
“Waktu mau operasi, yang buka dokter kandungan. Dan waktu baru mau dibuka, kelihatan sudah ada cairan nanah, itu Kemudian dibersihkan oleh dokter kandungan, atas arahan dari dokter bedah. Jadi dua dokter (kandungan dan bedah) ini ada di meja operasi,” katanya.
Saat operasi, dokter menemukan organ usus Agitha dalam kondisi sudah melekat satu sama lain. Melihat itu, menurut penejelasan dokter, terlalu berisiko untuk mengangkat Kista di tubuh Agitha, karena letak Kista ada di bawah usus.
“Sesuah membersihkan cairan nanah, karena kondisi usus Agitha melekat erat, terlalu berisiko kalau mau urai satu-satu. Sementara kelainan (Kista) Agitha ada di bawah usus. kistanya itu ada dibawah usus, jadi kalau tidak diurai ususnya, tidak kelihatan Kistanya, karena berisiko, maka hanya dibersihkan saja rongga perutnya,” ujarnya.
Proses operasi itu, kata Wenur hanya sebatas membersihkan cairan nanah, tidak sampai di pengangkatan Kista. Pengangkatan itu, kata dia, terlalu berisiko dengan alasan kondisi usus Agitha sudah saling melekat. Diakuinya juga bahwa RS itu hanyalah tipe, yang memiliki keterbatsasan alat dan Sumber Daya Manusia (SDM).
“Lalu sepersetujuan dokter bedah, luka operasi ditutup, karena kalau mau di urai berisiko, kita ini RS Kelas C, kalau kita RS kelas lebih tinggi misalnya kelas B atau, dokter spesialisnya dan alat-alat medisnya banyak, semuanya memungkinkan untuk diambil tindakan yang lebih jauh, supaya kelihatan dibawah Usus ini ada apa, tapi karena dia (Usus) melekat erat, jadi tidak dilakukan pengangkatan Kista,” katanya.
Untuk mencegah terjadinya penumpukan nanah di perut Agitha, dokter pun membuat lubang, kemudian memasukan selang sebagai saluran jika terjadi penumpukan.
“Karena ada cairan nanah dikeluarkan, waktu ditutup, luka operasinya di pasangkan selang di bagian kiri dan kanan perut Agitha, dengan perkiraan kami, cairan yang tidak keluar, itu akan keluar lewat selang. Selang itu membantu untuk supaya cairan sisa nanah bisa keluar,” katanya.
Beberapa hari kemudian, tepatnya pada Tanggal 11 Agustus, dokter melakukan pengecekan terhadap selang yang dipasang di perut Agitha, saat diperiksa ternyata selang itu sudah tidak lagi mengeluarkan cairan nanah. Sehingga, kata Wenur, dokter kemudian mencabut selang itu.
Namun, saat akan dikeluarkan, Wenur menjelaskan, salah satu selang sudah melekat dengan kulit Agitha, sehingga pihak dokter kembali memasukan Agitha ke kamar operasi untuk mengeluarkan selang itu dari perutnya.
“Dia operasi tanggal 4. Tanggal 11 kan sudah lumayan lama kan. Terjadilah perlekatan antara selang dan kulit perut Agita, jadi pas mau ditarik selangnya itu, selang itu sudah melekat di kulit. Kemudian dokter membawa Agitha masuk ke dalam kamar operasi, dibius, supaya gampang lepas selang tersebut. Jadi pencabutan selang itu menjadi lebih mudah,” katanya.
Selanjutnya, kata Wenur, pada Tanggal 31 Agustus, Agitha kembali dimasukan ke dalam kamar operasi karena di sela jahitan di perut mengeluarkan cairan. Sehingga pihak dokter kembali membius Agitha untuk melakukan tindakan penjahitan kembali.
“Luka bekas operasi mengeluarkan cairan dari sela jahitan. Ada jahitan yang terbuka sedikit, diperiksa oleh dokter dirawat dari tanggal 11 sampai 31 Agustus tidak menutup baik , jadi dijahit lagi luka bekas operasi Agitha. Itu luka bekas operasi itu. Jadi dibawa lagi di kamar operasi supaya dokter kerja tidak ada gangguan, kemudian dijahit di ruang operasi. Itu yang mungkin mereka lihat saat cabut selang, dibawa ke kamar operasi, di jahit, dibawa lagi ke kamar operasi, jadi keluarga berpikir itu tiga kali, padahal operasinya itu hanya satu kali,” ujarnya.
Wenur mengatakan, semua tindakan yang dilakukan oleh RS itu, pihaknya selalu berkoordinasi dan sepersetujuan dengan Keluarga Agitha. Semua prosedur yang dilakukan pihak RS, dia bilang sudah sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP).
“Saat melakukan tindakan-tindakan kepada Agitha, pihak RS itu selalu berkoordinasi dengan Keluarga. Ada, kan semua harus sepersetujuan keluarga, dalam hal ini suami Agitha. Semua tindakan, mulai dari Agitha masuk RS, selalu saat pihak RS mengambil tindakan, selalu ada persetujuan sesuai SOP. Harus sesuai. Termasuk saat dilakukan penjahitan kembali luka bekas operasi yang masih mengeluarkan cairan. Suami selalu yang tandatangan,” ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan Wenur, pada tanggal 3 September, Agitha akan dipulangkan, karena menurut dokter, kondisinya sudah dalam keadaan membaik. Namun, untuk memastikan keadaannya sudah membaik, pihak RS melakukan pemeriksaan darah di Laboratorium. Dari hasil Laboratorium itu, tidak ditemukan tanda-tanda infeksi, sehingga Agitha di perbolehkan rawat jalan.
“Ketika dinilai luka bekas operasi Agitha sudah kering, dan dalam rencana mau pulang,supaya meyakinkan bahw aluka itu sudah membaik, diperiksakan ke laboratrium, ternyata tanda-tanda infeksi dari pemeriksaan darah itu , tidak ditemukan, sehingga Agitha diperbolehkan pulang dan rawat jalan,” katanya.
Selang waktu 3 September hingga 7 September 2021, Githa sudah sembilan kali melakukan kontrol kesehatan kepada dokter yang menanganinya.
“Mulai tanggal 7 September, ada kira-kira sembilan kali datang kontrol di rawat jalan, pada dokter yang melakukan operasi,” katanya.
Tanggal 29 September 2021, pihak Keluarga kembali membawa Agitha. Saat dibawa, Agitha dirawat di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD). Adapun keluhan yang disampaikan adalah sakit perut. Kemudian, kata Wenur, pihak RS langsung memberikan pertolongan pertama kepada Agitha.
Namun, karena kondisi Agitha sudah semakin memburuk, sehingga pihak RS mengambil kesimpulan agar Agitha di rujuk RS Prof Kandou Malalayang, Manado, supaya mendapatkan pelayanan lebih maksimal.
“Tanggal 29 September alm Agitha datang kembali, Agitha di rawat di IGD. Tidak masuk rumah sakit. Hanya di IGD. Saat di IGD, Githa saat itu mengeluh sakit perut. Yang kami lakukan adalah tindakan pertolongan pertama, tapi karena melihat kondisi Agitha yang sudah kesakitan, maka di konsul lagi ke bedah, penyakit dalam dan kandungan, kemudian diambil kesimpulan, Agitha harus dirujuk saja, untuk mendapatkan penanganan lebih maksimal,” pungkas Wenur.