manadosiana.net, MANADO – Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) bersama Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulut mengambil langkah strategis yang progresif dalam penegakan hukum pidana.
Hari ini, dilaksanakan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemprov Sulut dan Kejati Sulut, serta Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota se-Sulut dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) di wilayah masing-masing.
Acara ini secara khusus menandai komitmen bersama untuk mengimplementasikan salah satu instrumen penting dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru, UU Nomor 1 Tahun 2023, yakni Pidana Kerja Sosial.
Dalam sambutannya, perwakilan Kejaksaan Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum menekankan bahwa KUHP baru membawa reformasi besar, salah satunya adalah penguatan pendekatan Restorative Justice.
”KUHP baru mengedepankan pemulihan, edukasi, dan pembinaan sosial, bukan semata-mata penghukuman melalui pemenjaraan. Pidana Kerja Sosial hadir sebagai instrumen penting dalam kerangka ini,” ujarnya.
Pidana Kerja Sosial kini ditetapkan sebagai salah satu jenis pidana pokok (Pasal 65 ayat (1) huruf d UU No. 1 Tahun 2023), bukan hanya hukuman tambahan. Hal ini menunjukkan keseriusan negara dalam menggeser fokus hukuman menjadi bentuk yang lebih humanis dan berorientasi pada perbaikan hubungan sosial.
Beberapa sanksi sosial yang diatur dalam KUHP baru, di antaranya:
Pidana Kerja Sosial: Melakukan pekerjaan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat (membersihkan tempat ibadah, menyapu jalan, dsb).
Pengawasan: Wajib lapor berkala dan mengikuti program rehabilitasi.
Pengumuman Putusan Hakim: Putusan diumumkan terbuka sebagai sanksi sosial.
Solusi Jitu Atasi Overkapasitas Lapas
Selain berorientasi pada perbaikan pelaku, implementasi sanksi sosial ini juga ditujukan untuk mengatasi masalah klasik sistem peradilan pidana Indonesia: overkapasitas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
”Pendekatan ini lebih efektif dalam memulihkan kesadaran moral pelaku tindak pidana ringan dan mencegah residivisme, sekaligus secara signifikan mengurangi beban Lapas yang saat ini hampir melebihi kapasitas,” katanya.
Pengaturan detail mengenai Pidana Kerja Sosial diatur dalam Pasal 85 hingga Pasal 95 KUHP baru.
Disebutkan bahwa sanksi ini hanya dapat dijatuhkan untuk tindak pidana tertentu dan harus dengan persetujuan pelaku, menunjukkan sifatnya yang partisipatif.
Pemerintah Daerah (Pemda) memegang peran krusial dalam menyukseskan program ini. Mereka diminta menyediakan lokasi, fasilitas, mekanisme pengawasan, serta penugasan kerja sosial yang sesuai dengan karakteristik masyarakat Sulut.
Menindaklanjuti MoU/PKS ini, perwakilan Kejaksaan Agung menghimbau agar Pemprov dan Pemkab/Kota segera:
Membentuk Tim Teknis Daerah.
Menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP).
Melakukan Pemetaan Lokasi Kerja Sosial.
Menetapkan Mekanisme Supervisi dan Koordinasi Rutin dengan Kejari setempat.
”Kami berharap penandatanganan hari ini tidak hanya formalitas. Ini adalah tonggak wujud nyata komitmen Kejaksaan dan Pemda se-Sulut untuk menghadirkan penegakan hukum yang progresif, modern, dan berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan,” tutupnya.







Komentar