Pertamina Bungkam, Kasus Penganiayaan di SPBU Milik Bupati Mitra Jadi Ujian Pengawasan BBM Subsidi

NEWS272 Dilihat

manadosiana.net, MANADO—Insiden penganiayaan terhadap seorang sopir di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Tombatu, Minahasa Tenggara (Mitra), yang diduga dilakukan oleh oknum mafia solar, telah memicu kemarahan publik dan menyeret nama Bupati Mitra, Ronald Kandoli, sebagai pemilik SPBU tersebut. Ironisnya, di tengah desakan agar kasus ini diusut tuntas, PT Pertamina (Persero) sebagai regulator dan pemasok utama, justru memilih bungkam dan belum memberikan pernyataan resmi.

Peristiwa yang terjadi pada Rabu (1/10/2025) ini bermula dari aksi seorang sopir bernama Jheki Thongkotow yang memantau antrean panjang, yang diduga didominasi oleh pelaku penyimpangan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar. Saat melakukan pemantauan, Jheki justru diserang oleh pelaku berinisial RK, yang disebut-sebut merupakan pemain lama dalam jaringan mafia solar di wilayah tersebut.

Kasus penganiayaan ini dengan cepat ditangani oleh Polres Mitra, dan pelaku telah diamankan. Namun, fokus publik dan aparat penegak hukum kini meluas, tidak hanya pada aksi kekerasan, tetapi pada dugaan akar masalah yang lebih serius praktik penyalahgunaan solar bersubsidi secara masif di SPBU yang kabarnya milik pejabat daerah.
Spekulasi mengenai dugaan keterlibatan SPBU Tombatu dalam menyalurkan ribuan ton solar bersubsidi ke puluhan lokasi tambang ilegal di Ratatotok, yang menyebabkan masyarakat kesulitan mendapatkan BBM, semakin menguat.

Hal ini memicu Anggota DPRD Sulawesi Utara (Sulut), Rasky Mokodompit, untuk mendesak Pertamina agar segera turun tangan.

“Pertamina jangan lepas tangan. Kalau memang ada pelanggaran serius, dan ini mengganggu distribusi solar subsidi, cabut saja izinnya. Jangan hanya berharap pada penegakan hukum oleh polisi,” tegas Rasky Mokodompit.

DPRD Sulut bahkan meminta audit menyeluruh terhadap SPBU-SPBU bermasalah di Minahasa Tenggara, menuntut Pertamina untuk memeriksa CCTV, volume penjualan, dan alur distribusi guna memastikan BBM subsidi benar-benar tepat sasaran. Desakan ini didasarkan pada kekhawatiran bahwa praktik curang ini sudah berlangsung lama dan bahkan diduga difasilitasi oleh sistem yang longgar.

Namun, hingga artikel ini diterbitkan, Pertamina belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait insiden penganiayaan, apalagi memberikan penjelasan mengenai langkah-langkah audit atau sanksi terhadap SPBU Tombatu yang diduga melanggar aturan distribusi BBM bersubsidi.

Sikap diamnya Pertamina menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat. Sebagai BUMN yang bertanggung jawab penuh atas pendistribusian energi nasional, bungkamnya Pertamina dinilai sebagai bentuk kelalaian dalam pengawasan. Kasus ini bukan sekadar insiden penganiayaan, melainkan cerminan dari dugaan kolusi antara pengelola SPBU dan oknum mafia solar, yang pada akhirnya merugikan rakyat kecil yang berhak atas BBM subsidi.

Publik kini menanti langkah konkret dari perusahaan energi plat merah ini. Apakah Pertamina akan segera mengambil tindakan tegas—misalnya dengan mencabut izin operasional—atau justru akan membiarkan kasus ini hanya berakhir pada proses hukum penganiayaan tanpa menyentuh dugaan pelanggaran regulasi distribusi BBM bersubsidi?

Kasus penganiayaan di SPBU milik Bupati Mitra ini telah menjadi ujian serius bagi komitmen Pertamina dalam memberantas mafia solar dan memastikan kepatuhan seluruh mitra kerjanya, terutama dalam menyalurkan hak energi bagi masyarakat yang membutuhkan.

Komentar