Panglima Besar Tosbro 08 Jim Yon Desak Penindakan Terkait Dengan Proyek Raksasa SMA Taruna Nusantara didominasi Pekerja Luar

Pemerintah Sulawesi Utara

DAERAH30 Dilihat

Langowan, Minahasa — November 2025.Alih-alih menjadi kebanggaan dan mesin penggerak ekonomi warga lokal, proyek pembangunan SMA Taruna Nusantara di Langowan justru berubah menjadi pemantik kekecewaan dan kemarahan publik. Gelombang protes keras datang dari masyarakat Langowan setelah terungkap bahwa proyek bernilai ratusan miliar rupiah itu didominasi oleh pekerja dari luar daerah.

Sepanjang November 2025, jagat media sosial—mulai dari Instagram, TikTok hingga Facebook—dibanjiri kritik setelah video reel dari lokasi proyek viral. Video itu menampilkan para pekerja yang sebagian besar bukan berasal dari Minahasa. Kekesalan warga semakin memuncak karena proyek ini tidak memasang papan informasi anggaran, sebuah kewajiban yang harus dipenuhi untuk menjamin transparansi publik.

Bagaimana rakyat mau percaya kalau angka proyek saja tidak ditampilkan? Ini proyek ratusan miliar tapi tertutup rapat,” tulis salah satu netizen dalam unggahan yang mengundang ribuan komentar.

Kesenjangan Ekstrem: 128 Pekerja Non-Lokal, Tenaga Minahasa Tidak Sampai 10 Orang

Sorotan terbesar mengarah kepada PT GBT, vendor pelaksana yang disebut-sebut sebagai penyumbang ketimpangan terbesar. Data yang beredar di internal pekerja menyebutkan bahwa sebanyak 128 pekerja didatangkan dari luar daerah, sementara pekerja lokal Minahasa tidak mencapai 10 orang.

Situasi ini memicu reaksi keras masyarakat, terutama karena proyek tersebut dijanjikan akan membuka lapangan kerja besar-besaran bagi warga setempat. Sebaliknya, realita di lapangan menunjukkan bahwa warga Minahasa justru menjadi penonton di tanah sendiri.

Ini mengabaikan potensi ratusan pekerja lokal yang seharusnya menikmati dampak ekonomi proyek,” tulis salah satu tokoh masyarakat dalam forum diskusi Facebook pada Oktober 2025.

Padahal, proyek ini adalah proyek strategis yang seharusnya menciptakan multiplier effect bagi ekonomi lokal—mulai dari tenaga kerja, warung makan, transportasi, hingga material bangunan.

Tosbro 08 Jim Yon: “Riskan, Tidak Mengutamakan Anak Daerah!”

Di tengah derasnya sorotan, Panglima Besar Torang Bersama Prabowo (Tosbro) 08, Jim Yon, ikut angkat suara. Melalui unggahan tegasnya, Jim Yon memperingatkan bahwa proyek ini mengandung risiko sosial tinggi.

Sangat riskan karena tidak mempekerjakan tenaga kerja lokal,” tegas Jim Yon dalam pernyataan publik akhir Oktober 2025.

Ia menyoroti bahwa proyek yang dikerjakan oleh PT Naura Dinamika Nusantara dan PT Trikarsa Adi Guna terlalu mengandalkan pekerja luar daerah, sehingga mengabaikan harmoni sosial dan ekonomi warga Minahasa.

Datangkan semua vendor dari luar, ini akan timbulkan gesekan sosial. Pekerja lokal harus jadi prioritas,” tegasnya.

Kritik Menguat: Pemerintah Daerah Diminta Bertindak

Aksi protes pada akhir Oktober di Langowan menggema kembali setelah unggahan-unggahan warga menjadi viral. Berbagai komunitas lokal menuntut agar Pemkab Minahasa, DPRD, hingga Kementerian Tenaga Kerja turun langsung ke lapangan untuk memastikan tidak ada bentuk diskriminasi tenaga kerja dalam proyek nasional tersebut.

Beberapa warga menyebut proyek ini mulai “menghilangkan rasa memiliki” masyarakat Minahasa terhadap pembangunan di daerah mereka sendiri.

Pembenaran Kontraktor Tidak Diterima Warga

Wolter Piri, mantan Kadis PU Manado yang kini bertugas sebagai manajer konsultan proyek, mencoba meredam kritik. Ia menegaskan bahwa sebagian besar pekerja didatangkan dari Jawa karena telah tersertifikasi SNI dan memiliki pengalaman pada konstruksi besar.

Namun penjelasan ini justru memantik gelombang komentar baru.

Warga Minahasa menilai alasan tersebut tidak logis, karena tenaga lokal sebenarnya banyak yang memiliki kompetensi. Mereka menuding vendor hanya mengandalkan jaringan pekerja dari luar untuk efisiensi internal, namun mengorbankan kesempatan bagi masyarakat lokal.

Tenaga lokal sanggup! Yang jadi masalah, mereka tidak diberi kesempatan,” ujar seorang tokoh pemuda Langowan saat ditemui awak media di lokasi proyek.

Ancaman Konflik Sosial Mulai Terlihat

Pakar sosial di Sulawesi Utara memperingatkan bahwa dominasi pekerja non-lokal pada proyek sebesar ini dapat memicu ketegangan sosial di kawasan pegunungan Langowan.

Unggahan publik di Facebook bahkan menyebut proyek SMA Taruna Nusantara berpotensi menjadi “simbol diskriminasi baru di Minahasa” bila tidak segera dikoreksi.

Di era pemerintahan Presiden Prabowo—yang menggaungkan pemerataan pembangunan dan penguatan SDM di wilayah timur—kasus ini dinilai sebagai ujian keras bagi kredibilitas pemerintah pusat, khususnya Kementerian Pertahanan sebagai penanggung jawab konsep sekolah.

Desakan Terakhir: Revisi Kontrak, Tegakkan Kuota 50% Tenaga Lokal

Aktivis dan masyarakat mendesak agar kontrak kerja sama dengan vendor, terutama PT Trikarsa dan PT Naura, harus direvisi untuk mencantumkan aturan kuota minimal 50% tenaga kerja lokal, sebagaimana sering diwajibkan dalam proyek strategis di daerah lain.

Tuntutan ini juga digaungkan kembali oleh Jim Yon yang menyatakan bahwa pembangunan nasional tidak boleh mengorbankan hak-hak anak daerah.

Kesimpulan: Proyek Besar, Manfaat Kecil untuk Warga Lokal

Warga Langowan kini menaruh harapan besar kepada DPRD Minahasa dan pemerintah pusat, termasuk Kemenaker, untuk menyelidiki praktik vendor yang dianggap menutup ruang bagi pekerja lokal.

Proyek SMA Taruna Nusantara sejatinya memiliki potensi besar untuk memajukan pendidikan di Sulawesi Utara. Namun tanpa keterlibatan nyata masyarakat Minahasa, proyek monumental ini terancam hanya menjadi bangunan megah tanpa keadilan.

Jika pemerintah tidak segera bertindak, visi membangun Indonesia Timur akan tinggal slogan.(Andreano)

Komentar