Minta Keadilan, Kuasa Hukum Sientje Mokoginta Kirim Surat Aduan ke Kapolda Sulut

DAERAH, HEADLINE311 Dilihat

manadosiana.net,MANADO – Kuasa Hukum dari Sientje Mokoginta yakni Glorio Immanuel Katoppo, S.H dan Steiven Bernadino Zeekeon, S.H, membuat surat aduan kepada Kapolda Sulut Irjen Pol RZ Panca Putra. Hal tersebut dilakukan, karena kasus dugaan penyerobotan tanah yang dilaporkan oleh Sientje Mokoginta di SPKT Polda Sulut dengan nomor LP/78/II/2020/SULUT/SPKT, tanggal 13 Februari 2020, tiba-tiba dihentikan penyidik Ditreskrimum Polda Sulut, berdasarkan Surat ketetapan Nomor : S.Tap / 54.a / XI / 2020 / Ditreskrimum tertanggal 9 November 2020.

Lahan yang diduga di serobot

Dari rilis yang diterima, Glorio Immanuel Katoppo, S.H menuliskan, dengan ini, pihaknya selaku Kuasa Hukum dari Sientje Mokoginta berterima kasih kepada bapak Kapolda Sulut Irjen Pol RZ Panca Putra yang telah melakukan gelar perkara terhadap kasus tersebut.

“Terima kasih kepada bapak Kapolda, karena Penyidik telah melaksanakan Gelar Perkara tanggal 14 Januari 2021 dengan dihadiri oleh Kami mewakili Pelapor, Kuasa Hukum Terlapor, Ahli dan Penyidik beserta bagian terkait di internal Polda Sulut,” ujar Katoppo, Sabtu (13/02/2021).

Dari hasil Gelar Perkara di ruangan Gelar Perkara Ditreskrim Umum Polda Sulut, lanjutnya menjelaskan bahwa, perkara ini telah dihentikan Penyelidikan oleh penyidik, berdasarkan Surat ketetapan Nomor : S.Tap / 54.a / XI / 2020 / Ditreskrimum tertanggal 9 November 2020 dan surat tersebut sudah diterima oleh para Terlapor.

“Ketika kami memberikan Somasi kepada para Terlapor, maka mereka menunjukan surat SP3 tersebut. Akan tetapi dalam undangan Gelar Perkara tanggal 14 Januari 2021 tertulis, sedang melakukan Proses Penyelidikan sehingga bagi kami tidak ada kejelasan status perkara ini,” sesalnya.

Katoppo juga mengatakan, saat ini pihaknya sudah mengirimkan Somasi sebanyak dua kali kepada para Terlapor dan mempertanyakan terkait Surat Permintaan Keterangan kepada Stella Mokoginta tanggal 16 Juni 2020, dimana oleh Penyidik secara implisit mencantumkan juga dugaan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 227 KUHPidana.

 

Surat tanda terima laporan Polisi terkait dugaan kasus penyerobotan tanah.(Foto:Ist)

“Sedangkan dalam Laporan kami tidak dicantumkan Pasal 227 KUHPidana tersebut, sehingga yang menjadi pertanyaan kami apa korelasinya Penyidik menggunakan dugaan Pasal 227 KUHPidana dan kenapa Penyidik tidak menggunakan Pasal 385 KUHPidana, dan Pasal – Pasal lainnya yang bisa terkait dengan Laporan tersebut ?,” kata Katoppo yang turut didampingi rekannya, Steiven Bernadino Zeekeon, S.H.

Dikatakannya juga, menurut Penyidik, untuk Pasal 385 KUHPidana, Penyidik sudah berkoordinasi dengan Jaksa bahwa untuk Pasal 385 KUHPidana tidak bisa diterapkan, karena KUHPidana versi Jaksa berbeda dengan KUHPidana versi Polisi (Penyidik) yaitu, frasa mengenai tanah yang belum atau sudah bersertifikat, sedangkan untuk dugaan tindak pidana Pasal – Pasal yang lain tidak bisa diterapkan.

“Kami juga menyampaikan yaitu Polisi adalah “Crime Hunter”, sehingga Penyidik bukan hanya berpatokan dilaporan awal atas dugaan tindak pidana yang telah terjadi, akan tetapi jika dalam penyelidikan Penyidik menemukan ada dugaan tindak pidana yang lain maka sepatutnya lah Penyidik memproses dugaan tindak pidana tersebut, karena tujuan dari Hukum Pidana yaitu mencari kebenaran Materiil bukan kebenaran Formil,” jelasnya.

Lebih lanjut, Katoppo menerangkan bahwa, ahli yang dihadirkan oleh Penyidik, yaitu ahli hukum dari Universitas Sam Ratulangi Manado dan menyampaikan pendapatnya pada saat Gelar Perkara tersebut yaitu, kasus ini adalah Delik biasa dan Penyidik tidak hanya terpaku pada Pasal 167 KUHPidana, karena Pasal tersebut tidak bisa diterapkan sebab frasanya sebuah “rumah atau pekarangan tertutup”, sedangkan Objek Tanah dalam perkara ini yaitu sebuah kebun terbuka dan Ahli berpendapat maka dalam peristiwa ini bisa dikembangkan ke Pasal – Pasal dugaan Tindak Pidana yang lain selain dari Pasal 167 KUH Pidana tersebut dan selesai Ahli menyampaikan pendapatnya.

“Maka tidak ada lagi pendapat dari peserta Gelar Perkara dan sesudah itu kami serta kuasa hukum terlapor dimintakan untuk keluar ruangan Gelar Perkara dan akan dilanjutkan secara internal oleh peserta Gelar Perkara sehingga pembahasan selanjutnya serta kesimpulannya kami tidak tahu,” terangnya.

Bukti Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan Laporan (SP2HP) dari Ditreskrimun Polda Sulut.(Foto:Ist)

Terhadap Gelar Perkara tersebut, pihaknya telah menerima SP2HP tertanggal 29 Januari 2021, dimana berdasarkan kesimpulan dalam forum Gelar Perkara tersebut bahwa Perkara ini tidak dapat ditingkatkan ke tahap Penyidikan.
“Akan tetapi dalam SP2HP tersebut tidak di jelaskan apa alasan atau dasar hukum sehingga Perkara ini tidak dapat ditingkatkan ke Penyidikan dan masalah atau kendala yang dihadapi oleh Penyidik dalam Penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 PERKAP POLRI Nomor 21 tahun 2011,” ungkapnya.

Dirinya menuturkan, yang menjadi pertanyaan dari Kuasa Hukum adalah apakah alasan tersebut adalah sebuah rahasia yang tidak bisa diketahui oleh Pelapor berdasarkan ketentuan Per Undang – Undangan, ataukah memang sengaja dirahasiakan sehingga dalam SP2HP tersebut hanya disebutkan bahwa Perkara ini tidak dapat ditingkatkan ke tahap Penyidikan tanpa memberitahukan apa alasannya.

“Kami berharap, bapak Kapolda bisa memperhatikan aduan kami ini, sehingga kasus ini bisa di atensi Kapolda,” pungkas Katoppo.