manadosiana.net, BALI – Langkah bijak seorang Sam Siaanata patut di acongi jempol, salut. Pasalnya, di tengah polemik penarikan royalti lagu di Indonesia. Dirinya malah mengratiskan lagu ciptaannya digunakan secara gratis oleh pelaku usaha, terutama di sektor pariwisata dan kuliner seperti hotel, restoran, rumah makan, dan kafe.
Adapun ketiga lagu ciptaannya yang dia gratiskan adalah “Pulau Dewata”, “Yo Goyang Regge, dan “Go Green Taruparwa. Sam bilangh, lagu-lagu itu dapat diputar tanpa kewajiban membayar royalti, khususnya di wilayah Bali dan Manado.
“Lagu-lagu ini saya gratiskan untuk diputar di ruang publik agar bisa membantu pelaku usaha kecil yang sedang berjuang bangkit. Musik seharusnya jadi penyemangat, bukan beban,” ujar Sam dalam keterangan tertulis yang diterima media ini, Selasa (8/8/2025).
Sam juga menyampaikan bahwa kebijakannya ini berlaku untuk seluruh Indonesia, asalkan tidak digunakan untuk kepentingan politik atau hal-hal yang merugikan publik.
Kritik Sistem Royalti
Sam Sianata yg selama ini dikenal sebagai pelukis satu triliun, yang karyanya diakui sebagai multi artform masterpiece, vmelalui www.lagubebas.com mempersembahkan karyanya untuk Pelaku UMKM,dan pemilik usaha Mall, hotel, Cafe, Rumah makan dan Restaurant dengan bebas royalti mengatakan, langkah Sam muncul di tengah keluhan sejumlah pelaku usaha yang merasa terbebani oleh kewajiban membayar royalti lagu kepada lembaga tertentu, padahal mereka tidak sepenuhnya memahami prosedurnya.
Menurut Sam, pelaku usaha tidak seharusnya dijadikan “sapi perahan” oleh lembaga yang mengaku mewakili para pencipta lagu tetapi tidak menunjukkan dasar hukum yang jelas.
“Saya mendukung PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia). Jangan mau jadi sapi perahan lembaga lain. Semua harus pakai dasar hukum yang jelas. Pungutan tanpa legal standing itu pungli,” tegasnya.
Sam Sianata Bukan Anti-Hak Cipta
Sam Sianata menegaskan dirinya tidak menolak sistem hak cipta. Ia mengakui pentingnya perlindungan karya intelektual, namun menurutnya ada kalanya musisi juga perlu memberi ruang kepada pelaku usaha agar dapat tumbuh bersama.
“Saya tidak anti-hak cipta. Tapi saya ingin seni bisa memberi manfaat lebih luas. Lagu-lagu saya tetap punya hak cipta, tapi saya beri izin publik untuk menggunakannya tanpa royalti, selama tidak disalahgunakan,” ujar Sam.
Ia berharap langkah ini bisa menjadi inspirasi bagi musisi lain agar lebih terbuka terhadap penggunaan karya di ruang publik, terutama di masa pemulihan ekonomi pascapandemi. Alur Legalitas Memutar Lagu di Tempat Usaha. Untuk pelaku usaha yang ingin memutar lagu berhak cipta secara sah, berikut langkah yang perlu diketahui:
“Identifikasi apakah tempat usaha termasuk ruang publik komersial. Hubungi LMK yang mewakili pencipta lagu. Bayar royalti sesuai tarif yang ditentukan. Dapatkan bukti izin atau lisensi pemutaran. Gunakan lagu sesuai izin. Jika menggunakan lagu dari musisi yang memberikan izin terbuka seperti Sam, pelaku usaha tetap disarankan menyimpan bukti tertulis atau pernyataan resmi dari pemilik lagu untuk menghindari kesalahpahaman hukum,” katanya sembari menambahkan bahwa, dengan kebijakan ini, Sam berharap musik bisa hadir sebagai bagian dari suasana positif yang mendukung dunia usaha, bukan malah menjadi beban tambahan.
Tentang Aturan Royalti Lagu di Indonesia?
Perlu diketahui, berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pemutaran lagu di ruang publik untuk kepentingan komersial wajib membayar royalti. Pembayaran dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), dan dikoordinasikan oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Artinya, tempat usaha seperti kafe, restoran, hotel, atau pusat perbelanjaan yang memutar lagu untuk pelanggan harus terlebih dulu mendapat izin dan membayar royalti kepada pencipta atau pemilik hak cipta lagu.
Namun, dalam praktiknya, pelaku usaha kerap merasa kebingungan. Beberapa masalah yang sering dikeluhkan antara lain: Tidak tahu harus membayar ke lembaga mana Tarif royalti tidak transparan proses sosialisasi minim, tidak semua musisi mendukung penarikan royalti.
Komentar