Manadosiana.net, Manado – Fraksi PDIP dan Gerindra DPRD Kota Manado terus menunjukan komitmennya dalam melakukan pengawalan APBD yang pro rakyat dan transparan. Itu mereka perlihatkan dengan masih menunda pembahasan APBDP Manado 2020 dikarenakan pertimbangan ada kerancuan pada draft yang diajukan Pemkot Manado untuk dibahas.
Namun, maksud baik tersebut mulai disalah artikan oleh berbagai pihak hingga melahirkan tudingan yang beraneka ragam.
Terkait hal itu, Ketua DPRD Manado, Aaltje Dondokambey pun memberikan klarifikasi.
“Jadi begini yah. Saya akan jelaskan secara terang benderang kenapa KUA-PPAS dari APBD-P ini, pembahasannya belum berlanjut. Awalnya, pada 17 September kami diberitahu bahwa dokumen KUA-PPAS sudah dimasukkan ke lembaga dewan. Padahal, sejak awal bulan Agustus, saya terus berkoordinasi dengan sekretaris dewan, mempertanyakan dokumen APBD-P. Tapi nanti dimasukkan 17 Agustus,” kata Aaltje Dondokambey.
Lanjutnya, setelah mendapat pemberitahuan bahwa dokumen KUA-PPAS telah dimasukkan oleh pihak eksekutif ke lembaga dewan, dirinya langsung menggelar rapat bersama seluruh fraksi, untuk mendapatkan persetujuan bersama .
“Dalam rapat itu, ketua TAPD yang adalah sekretaris daerah turut hadir. Disitu kemudian dijelaskan soal dana pinjaman 300 miliar. Dan dalam pertemuan itu, selain Fraksi Nasdem, fraksi lainnya menolak untuk dibahas secara bersamaan. Karena mayoritas fraksi menolak, saya mempertegas kepada sekda agar pembahasan APBD-P dan dana pinjaman dibahas terpisah. Saat itu, Sekda menyetujui. Dan kemudian dituangkan dalam hasil rapat yang ditandatangani seluruh fraksi dan Sekda. Ada bukti suratnya kepada saya,” ungkapnya.
Menurut Aaltje, atas kesepakatan dalam rapat tersebut, maka dirinya langsung mengagendakan rapat Badan Musyawarah (BANMUS) untuk menjadwalkan pelaksanaan paripurna.
“Saat paripurna mendengarkan penjelasan Walikota, tidak disinggung soal dana pinjaman 300 miliar. Jadi kami berpandangan, dalam dokumen KUA-PPAS, tidak ada anggaran 300 miliar itu. Setelah paripurna, kami langsung melakukan pembahasan. Saat itu kami terkejut, ternyata dana pinjaman itu sudah masuk dalam KUA-PPAS. Sehingga kami langsung menolaknya. Karena dalam penyampaian walikota, tidak ada dana pinjaman. Berarti, antara penjelasan Walikota dan dokumen yang diberikan kepada kami, sangat berbeda,” ungkapnya.
Menyikapi desakan para anggota fraksi yang menolak pembahasan karena dinilai tidak sejalan dengan kesepakatan awal dan isi dokumen berbeda dengan penjelasan Walikota, maka Aaltje mengambil langkah untuk menunda pembahasan, hingga dokumen direvisi kembali.
“Saat itu, Sekda mengiyahkan permintaan anggota Banggar. Kami menagih kesepakatan awal bahwa fokus saja APBD-P dan abaikan dulu dana pinjaman karena akan dibahas tersendiri. Pada pertemuan selanjutnya yang dipimpin ibu Noortje Van Bone, kembali lagi dokumen itu belum direvisi. TAPD menyerahkan selembar surat yang berisi penjabaran program dari dana pinjaman 300 miliar. Tapi dalam dokumen KUA-PPAS, tidak dikeluarkan program-program yang dimaksud,” kata Aaltje lagi.
Kembali dituturkan Aaltje, pembahasan yang berlangsung panas menyebabkan Noortje Van Bone menghentikan jalannya pembahasan untuk dilanjutkan ketika TAPD sudah merevisi dokumen KUA-PPAS.
“Saat itu, sekretaris TAPD, ibu Tambayong mengakui dokumen itu bisa diubah. Tapi membutuhkan waktu yang cukup lama. Banggar menyetujuinya, dengan harapan mereka benar-benar merevisinya. Tapi lagi-lagi dipertemuan selanjutnya, dokumennya tetap tidak berubah. Hal ini membuat sejumlah anggota Banggar kembali protes dan situasinya sempat memanas. Ibu Noortje yang saat itu memimpin rapat, kembali mempending pembahasan,” bebernya.
Aaltje pun menerangkan, pada Jumat (16/10/2020), Banggar dan TAPD melakukan pembahasan tertutup. Lobi-lobi dan bujuk rayu pun dilakukan ketua TAPD kepada dirinya.
“Sekda mengatakan, kalau kami tidak membahasnya, jangan sampai walikota marah. Tau toh kalau walikota marah bagaimana. Saat mendengar itu, dikira saya takut. Saya kembali tegaskan, harus sesuai kesepakatan awal. Dan jangan bicara soal honor tenaga kebersihan atau THL, karena dalam APBD 2020 sudah tertata 1 tahun,” kata Aaltje, sembari sempat mengutip pernyataan ketua TAPD yang menurutnya bernada ancaman.
Dari rentetan penjelasan, Aaljte menghimbau kepada seluruh masyarakat Kota Manado, khususnya para THL untuk tidak termakan hasutan dari pihak-pihak yang sengaja ingin mengambil keuntungan dari penundaan pembahasan APBD-P Kota Manado.
“Sekali lagi saya tegaskan disini, honor THL, sudah tertata di APBD induk. Dan setahu kami tidak digeser untuk penanganan covid. Dan saya ingin tegaskan juga, keadaan saat ini tidak ada kaitannya dengan politik. Kami murni menjalankan fungsi sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kami tetap akan membahas APBD-P, tapi tidak untuk dana pinjaman. Kalau pun dipaksakan, berarti ada kepentingan tertentu untuk pemanfaatan dan pinjaman itu. Silahkan publik menilainya,” pungkasnya.
Terpisah, anggota Fraksi PDIP, Jein Sumilat menyayangkan tudingan yang dianggap tidak mendasar tersebut. Menurutnya, publik harus mengetahui alasan mendasar sehingga pembahasan sering ditunda.
“Berkali-kali diawal pembahasan, anggota Banggar DPRD menagih janji ketua TAPD untuk mengeluarkan program APBD-P modal dana pinjaman. Beberapa kali dalam pertemuan kami menagih komitmen antara TAPD bersama Banggar. Dan lagi-lagi TAPD menyetujui. Tapi pertemuan-pertemuan selanjutnya, sama juga tidak dipisahkan. Jadi, siapa yang sebenarnya tidak konsisten,” sebutnya.
Alasan lainnya menurut Sumilat, setelah melihat penjabaran program bermodal dana pinjaman, didapati tidak berkaitan dengan tujuan pemerintah pusat memberikan pinjaman yakni Pemulihan Ekonomi Nasional.
“Mall pelayanan publik 6 M (miliar). Pembangunan graha religi 6.4 M, perumahan dan pemukiman 9,7 M lebih, penanganan sampah 7.5 M, pengadaan alat kesehatan 160 M, pasar 56 M lebih, dan sisanya hampir 54 M tersebar di sejumlah dinas (perangkat daerah). Nah sekarang, silahkan publik menilai, program mana yang berkaitan dengan pemulihan ekonomi,” urainya.
Sumilat berpendapat, dengan melihat penjabaran anggaran pinjaman tersebut, tidak tergambar program yang berkaitan pemulihan ekonomi.
“Kami melihat pinjaman itu hanya untuk membangun dan pengadaan. Tidak berkaitan dengan gaji THL, dana lansia, insentif pemuka agama dan program yang katanya berkaitan dengan masyarakat secara langsung. Dan harus juga diingat, dana pinjaman itu tidak boleh digunakan untuk pembayaran proyek yang sudah berjalan dan hutang,” tungkasnya.
Sementara itu, ketua Fraksi Gerindra, Mona Kloer menjelaskan alasan terhambatnya pembahasan perubahan APBD Tahun 2020.
“Kami tidak mau ini bergulir terlalu jauh, jadi sebagai personel badan anggaran, saya harus meluruskan opini tak bertuan yang menuding dan menyudutkan kami sebagai aktor intelektual yang menghambat pembahasan KUA-PPAS RAPBD 2020,” kata Nona Mona, sapaan akrab ketua DPC Gerindra Manado itu.
Kata anggota dewan dua periode ini, dalam fungsi budgeting yang dimiliki DPRD Manado, pihaknya berhak menilai, merevisi dan memastikan anggaran tidak dimakan “setan”.
“Kami prihatin banyak oknum yang sengaja bermain mengerdilkan DPRD dengan menuding lembaga politik itu tidak peduli dengan rakyat, tapi masyarakat mana? setingan? bekingan atau yang dalam tekanan,” katanya.
Karena itu Mona mengingatkan masyarakat jangan mau dihasut dan didomba ketika mereka sedang berjuang menjamin hajat hidup masyarakat Manado, di tengah kondisi yang sarat dengan praktek keji.
Mona menegaskan, DPRD dalam setiap agendanya selalu berdiri diatas pedoman perundang-undangan dan sama sekali tidak termakan bujuk rayu, karena cukup tahu.
“Sudah saatnya masyarakat membuka mata lebar-lebar, kenapa sampai hajat hidup kalian belum dipenuhi secara manusiawi, itu karena ego, padahal peranan DPRD sebagai penyelenggara pemerintah tidak diindahkan ketika palu diketuk, kami juga tidak tahu terjadi penambahan untuk hal-hal yang tidak mendesak, sehingga hajat hidup masyarakat tersandera,” tegasnya.
Diapun kembali mengingatkan, di waktu yang kadaluwarsa ini, bukan DPRD terutama fraksi Gerindra dan PDIP yang bersalah, tetapi pemerintah yang selalu berkelit.
“Lagu lama jangan diputar lagi, pemberkasan selalu tidak tepat waktu komunikasi dan koordinasi tidak ada, kenapa sekarang mendesak dan menuntut kami harus cepat bertindak, kalau tidak ada pembahasan itu adalah hak budgeting DPRD, maka kami melepaskan semua ego semua aturan karena diatas semua itu, yang kami pikirkan adalah hal kemanusiaan, tapi apakah janji eksekutif sudah dipenuhi?,” sindirnya.
Dia mengingatkan jika dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) bisa untuk 2021, dengan acuan yang jelas, kenapa yang ini tidak bisa? apa sebenarnya yang ditunggu, berkas bisa direvisi kenapa harus menyalahkan DPRD.
(***Anes Tumengkol)