Manadosiana.net, Jakarta –
Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri telah menetapkan Ambroncius Nababan sebagai tersangka kasus dugaan rasis terhadap mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai pada Selasa (26/1/2021). Sebelumnya, Ambroncius Nababan, meminta maaf kepada mantan komisioner Komnas HAM Natalius Pigai dan masyarakat Papua atas ujaran rasis yang disampaikannya melalui media sosial.
Ambroncius mengaku tidak mungkin berlaku rasis terhadap warga Papua karena sudah diadati di Papua lewat acara lompat piring dan bakar batu. Dia menyebut ujaran itu hanya ditujukan ke Natalius Pigai dan bukan ke warga Papua. Permintaan maaf ini disampaikan Ambroncius Nababan dalam siaran video, Senin (25/1/2021).
Menyikapi ujaran rasis ini, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) menyampaikan, perbedaan pandangan terkait kebijakan pemerintah merupakan hal wajar yang seharusnya dihadapi dengan dewasa dan bijaksana, bukan justru menyerang pribadi dari pihak berbeda.
“Perbedaan pendapat sah-sah saja sebagai wujud dari demokrasi dan kebebasan berpendapat, yang penting disampaikan dengan baik dan tidak tendensius. Namun tidak bisa dibenarkan ketika sudah menyentuh privasi seseorang ataupun hal-hal yang berkaitan dengan SARA. Marilah kita dewasa dalam perbedaan pandangan,” kata Ketua Umum DPP GAMKI Willem Wandik, melalui siaran pers, Selasa (26/1/2021).
Wandik meminta semua warga negara untuk menghormati dan menghargai keberagaman ras dan etnis yang ada di Indonesia serta tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat memecah-belah dan memicu keresahan di tengah masyarakat.
“Isu SARA adalah hal yang sensitif, apalagi sebelumnya orang asli Papua pernah menghadapi peristiwa rasial, sekitar 1,5 tahun lalu di Surabaya. Seharusnya kita belajar dari kejadian masa lalu dan tidak lagi melakukan hal yang sama,” kata Wandik yang merupakan anggota DPR RI dari dapil Papua ini.
Dengan adanya beberapa laporan yang sudah diterima oleh pihak kepolisian, Wandik mengajak masyarakat, terkhusus warga asli Papua untuk tetap tenang dan tidak terprovokasi dengan ujaran rasis dari Ambroncius Nababan yang sudah viral di media sosial.
“Diskriminasi ras dan etnis adalah tindakan yang sangat menyakitkan dan bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Namun saya mengajak rakyat Papua untuk tetap tenang, jangan mudah terprovokasi. Kita tetap jalin komunikasi baik dengan masyarakat dari etnis lainnya karena tindakan ini adalah perbuatan Ambroncius pribadi yang harus dipertanggungjawabkannya,” pungkas Wandik.
Sementara, Sekretaris Umum DPP GAMKI Sahat, Martin Philip Sinurat dalam kesempatan yang sama meminta kepolisian untuk tetap melanjutkan proses hukum meskipun Ambroncius Nababan sudah menyampaikan permohonan maaf.
“Walaupun yang bersangkutan sudah meminta maaf kepada Bang Natalius Pigai dan masyarakat Papua, kami melihat penting untuk tetap melanjutkan proses hukum dan menahan yang bersangkutan sebagai tersangka. Begitu juga diusut lebih lanjut pelaku-pelaku yang mendukung ujaran rasis tersebut dan ikut menyebarkannya melalui media sosial. Agar ada efek jera dan ke depannya tidak lagi terulang peristiwa yang sama,” ujar Sahat.
Sahat menyampaikan, UU No.40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis sudah dengan gamblang menyebut segala tindakan diskriminasi ras dan etnis bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, UUD RI 1945, dan Deklarasi Universal HAM (DUHAM). UU ini menegaskan setiap warga negara sama kedudukannya di dalam hukum dan berhak atas perlindungan terhadap setiap bentuk diskriminasi ras dan etnis.
“GAMKI sangat tegas menolak segala bentuk pemikiran dan stigma diskriminatif terhadap perbedaan ras dan etnis. Diskriminasi terhadap ras dan etnis, baik dalam ucapan, tindakan, bahkan pemikiran, sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kesetaraan, seperti yang termaktub dalam Pancasila dan UUD 1945,” tegas Sahat.
Menurut Sahat, bentuk perlindungan negara terhadap perlakuan diskriminasi ras dan etnis salah satunya adalah melalui penindakan hukum terhadap para pelaku diskriminasi. Aparat kepolisian dapat mengunakan UU No.40 Tahun 2008 sebagai dasar untuk menindak pelaku ujaran rasis.
“Kepolisian perlu bergerak cepat, agar masyarakat, khususnya rakyat di Papua dapat melihat tegaknya keadilan hukum terhadap ujaran rasis. Dalam kesempatan ini, saya sampaikan juga kepada Saudara-Saudari saya orang asli Papua, apa yang dikatakan oleh Ambroncius Nababan adalah pernyataan pribadi, bukan mewakili masyarakat dari etnis Batak,” kata Sahat yang merupakan pria berdarah Batak ini.
(***/Anes Tumengkol)