GMKI Minta Pemerintah Serius Dalam Menjaga Lahan Basah Indonesia

NASIONAL, NEWS104 Dilihat
FOTO Pengurus Pusat GMKI Periode 2020-2022

Manadosiana.net, Jakarta – Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) turut merefleksikan World Wetlands Day (Hari Lahan Basah Sedunia) yang diperingati pada 2 Februari setiap tahunnya. Peringatan tersebut merupakan tindak lanjut kesepakatan dalam Konvensi Ramsar Internasional tentang lahan basah pada 2 Februari 1971.

Ketua Bidang Hubungan Internasional PP GMKI, Fawer Sihite mengatakan, Indonesia masuk menjadi anggota Konvensi Ramsar sejak 1991 dengan diterbitkannya Keppres 48 th 1991 yang merupakan Ratifikasi Konvensi Ramsar di Indonesia.

“Pada tahun 1996, sebagai salah satu hasil pertemuan para anggota Konvensi Ramsar, ditetapkan bahwa tanggal 2 Februari adalah Hari Lahan Basah Sedunia. Pada tahun 1997, Hari Lahan Basah Sedunia untuk pertama kalinya diperingati di seluruh dunia oleh negara-negara anggota Konvensi Ramsar. Lahan basah antara lain bakau, lahan gambut, rawa-rawa, sungai, danau, delta, daerah dataran banjir, sawah, dan terumbu karang. Lahan basah ada di setiap negara dan di setiap zona iklim, dari daerah kutub sampai daerah tropis. Di area perkotaan pun terdapat lahan basah,” katanya lewat pesan rilis, Senin (1/2/2021) malam.

Tambahnya, berdasarkan data Global Wetlands 2019, Indonesia memiliki lahan gambut terbesar kedua di dunia dengan luas mencapai 22,5 juta hektare (ha). Sedangkan urutan pertama ditempati Brazil dengan luas lahan gambut sebesar 31,1 juta ha.

Provinsi pemilik lahan gambut terbesar adalah Papua dengan luas 6,3 juta ha. Disusul kemudian Kalimantan Tengah (2,7 juta ha), Riau (2,2 juta ha), Kalimantan Barat (1,8 juta ha) dan Sumatera Selatan (1,7 juta ha). Selain itu ada Papua Barat (1,3 juta ha), Kalimantan Timur (0,9 juta ha) serta Kalimantan Utara, Sumatera Utara, dan Kalimantan Selatan yang masing-masing memiliki 0,6 juta ha.

Sementara, Ketua Umum GMKI, Jefri Gultom menambhakan, berdasarkan data tersebut,  Indonesia merupakan negara yang kaya lahan basahnya. Namun sekaligus juga membuktikan kerawanan terhadap bencana alam. Selain itu, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang terletak diantara dua lempeng benua sehingga menjadikannya Negara kepulauan dengan memiliki risiko bencana gempa, letusan gunung berapi, tsunami, banjir, dan tanah longsor 10 kali lebih besar dibandingkan Negara lainnya.

“Kondisi ini diperparah dengan predikat Indonesia as a tropical country yang memiliki tingkat kerentanan terhadap dampak perubahan iklim yang cukup tinggi,” terang Gultom.

Menurutnya, kegiatan manusia yang tidak melindungi dan menjaga alam termasuk merusak demi beberapa alasan (terutama berlatar belakang ekonomi) merusak faktor utama penyebab terjadinya berbagai bencana di muka bumi.

“Beberapa dekade terakhir bahkan bencana meningkat secara drastis, seiring dengan semakin parahnya perubahan iklim yang berkontribusi terhadap cuaca yang lebih ekstrim dan semakin tidak terduga. Degradasi dan kerusakan ekosistem turut meningkatkan kerawanan ekosistem terhadap bencana. Lahan basah yang kondisinya masih baik haruslah dijaga dan dipertahankan, sementara lahan basah yang telah terdegradasi dan rusak harus segera dipulihkan dan dikembalikan fungsi serta manfaatnya, agar ekosistem kembali menjadi kuat,” ujarnya.

Gultom pun menegaskan, GMKI akan selalu konsisten dalam menyuarakan pentingnya menjaga dan melindungi Wetlands Indonesia untuk investasi masa depan bangsa.

“Karena itu kami meminta kepada pemerintahan terkait, agar serius dalam menjaga atau melestarikan lahan basah yang ada di Indonesia, karena hal itu merupakan kekayaan SDA Indonesia yang sangat luar biasa, akhir kata saya mau sampaikan,” tegasnya.

(***/Anes Tumengkol)