Pacu KUA-PPAS TA 2026, Komisi III DPRD Sulut RDP Dengan Sejumlah Mitra Kerja

MANADO – Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) kembali menunjukkan taringnya dalam fungsi pengawasan melalui serangkaian Rapat Dengar Pendapat (RDP) maraton yang digelar pada Selasa dan Rabu, 28-29 Oktober 2025.

Pertemuan krusial di ruang Komisi III ini melibatkan mitra strategis, termasuk Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sulut, Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Sulut, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Manado, Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkimtan) Sulut, serta Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Sulut.

Agenda utama RDP kali ini mengerucut pada evaluasi progres pembangunan infrastruktur vital daerah dan hambatan-hambatan laten yang menghambat laju percepatan.

Simbol Ketidakjelasan Tata Kelola
​Sesi RDP hari pertama bersama Dinas PUPR Sulut seketika mencuatkan isu yang memalukan sekaligus krusial: status kepemilikan Jalan Boulevard II di Kota Manado yang tidak jelas. Anggota Komisi III DPRD Sulut, Amir Liputo, melontarkan pertanyaan tajam yang menyentil birokrasi.

“Entah milik siapa jalan Boulevard II ini. Saya tanya ke Balai Jalan, katanya sudah diserahkan ke provinsi. Saya tanya ke provinsi katanya itu jalan nasional. Lalu jalan itu milik siapa?” katanya.

​Klarifikasi yang saling lempar tanggung jawab antara instansi pusat dan daerah ini menjadi cerminan dari kompleksitas tata kelola aset negara. Padahal, kejelasan status adalah prasyarat mutlak untuk pengalokasian anggaran pemeliharaan dan perbaikan. Ironisnya, ketidakjelasan ini berimbas langsung pada kualitas infrastruktur. Liputo mengungkapkan kekecewaan yang datang dari sektor pariwisata.

“Saya ini dapat keluhan adanya bagian rusak di ruas jalan tersebut. Keluhan ini datangnya dari wisatawan. Tentu ini bikin malu,” ungkapnya, menekankan dampak negatif terhadap citra pariwisata daerah.

 

​Kepala Dinas PUPR Sulut, Deicy Paath, mencoba meredam polemik dengan mengklaim bahwa jalan tersebut “masih jalan nasional”. Namun, pernyataan ini justru menegaskan adanya ketidakselarasan data dan koordinasi antara BPJN dan Pemprov Sulut.

Mengingat peran Boulevard II sebagai jalur vital perkotaan dan penyangga pariwisata, Komisi III mendesak agar status jalan ini segera diperjelas dan penetapan penanggung jawab perbaikan dapat ditetapkan tanpa penundaan.

​Tanggung Jawab Moral Konstituen
​Di tengah diskusi teknis tentang infrastruktur, RDP hari pertama diwarnai oleh momen tak biasa yang melibatkan anggota DPRD Sulut, Remly Kandoli. Ia menyodorkan sebuah dokumen langsung kepada Kepala Dinas PUPR Sulut. Tindakan ini, yang praktis menarik perhatian pers dan peserta RDP, merupakan sebuah manifestasi nyata dari tugas dan tanggung jawab wakil rakyat.

​Seusai rapat, Kandoli menjelaskan bahwa dokumen tersebut adalah proposal aspirasi masyarakat dari konstituennya di Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) dan Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra).

Proposal itu mencakup usulan pembangunan ruas jalan krusial seperti Pontak–Lobu, Ratahan–Amurang, dan Pangu–Atep, serta proyek irigasi vital Lahendong 1, 2, 3 dan bendungan.

​Kandoli, yang baru menjalani periode pertamanya di DPRD Sulut, menyatakan kegelisahan mendalam atas minimnya realisasi usulan masyarakat.

“Terus terang, ini periode pertama saya jadi anggota dewan, sebelumnya saya pelaut, dan saya bersyukur bisa mengemban amanah ini, tapi yang membuat saya gelisah adalah sudah tiga kali saya reses, dan hasilnya selalu sama usulan masyarakat belum ada yang terealisasi sampai sekarang,” tegas Kandoli.

Aksi ini menjadi pengingat keras bagi mitra kerja Komisi III tentang pentingnya menindaklanjuti aspirasi yang telah didokumentasikan.

​Fokus RDP bergeser pada hari kedua, Rabu (29/10/2025), ketika Komisi III berhadapan dengan BPJN Sulut, BPN Kota Manado, dan Dinas Perkimtan Sulut.

Topik utamanya adalah percepatan pembangunan infrastruktur strategis, khususnya penyelesaian pembebasan lahan untuk mega proyek Manado Outer Ring Road (MORR) III dan revitalisasi tiga sungai di Kota Manado.


​MORR III adalah proyek vital yang sangat dinantikan untuk mengurai kemacetan dan membuka akses ekonomi baru. Namun, progresnya terus terganjal oleh masalah pembebasan lahan yang berlarut-larut. Ketua DPRD Provinsi Sulut, Fransiscus Silangen, turun tangan dan memberikan dukungan penuh terhadap langkah Kepala BPJN Sulut yang menginisiasi pengukuran ulang lahan.

​”Saya kira apa yang disampaikan Kepala BPJN benar, agar diukur ulang biar jelas supaya masalah ini cepat terselesaikan,” ujar Silangen. Ia juga menyoroti keterbatasan anggaran daerah, menekankan bahwa penyelesaian masalah ini tidak bisa hanya mengandalkan dana Pemprov. “Terus terang dana kita di daerah tidak mampu untuk menyelesaikan MORR III ini,” kata Silangen, mengindikasikan bahwa penyelesaian kasus lahan yang mandek memerlukan intervensi dan transparansi yang lebih ketat.

Silangen secara implisit menyarankan penggunaan alat pengawasan (Survelens) yang biasa digunakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memastikan akuntabilitas dan percepatan proses.

Kemudian, lanjut dia bilang soal pemanfaatan Dana Pinjaman untuk Pengendalian Banjir.

​Selain MORR III, Silangen juga menyoroti urgensi pembebasan lahan untuk revitalisasi tiga sungai di Kota Manado (kemungkinan besar Sungai Tondano, Tikala, dan Sario) yang bertujuan sebagai langkah mitigasi banjir. Ia memberikan apresiasi tinggi kepada mantan Kepala Balai yang telah mengamankan dana pinjaman atau loan untuk proyek ini, dengan batas waktu pelaksanaan hingga tahun 2028.

​Silangen mengingatkan bahwa kesempatan pendanaan sebesar ini sangat langka dan tidak boleh disia-siakan.

“Kalau kita tidak aktif untuk menyelesaikan pembebasan lahan, kapan lagi kita akan mendapatkan dana seperti ini,” tegasnya.

Adapun eesannya, loan ini harus segera dieksekusi, dan Pemprov bersama BPN serta Pemkot harus segera menuntaskan masalah lahan sebelum dana tersebut hangus. “Yang menjadi persoalan, ini harus jalan ya? Karena tahun depan dana ini sudah mulai di proses,” tambahnya, memberikan deadline yang ketat.

​Sesi RDP terakhir Komisi III adalah dengan Balitbangda Provinsi Sulut, yang berfokus pada laporan program kerja untuk tahun 2026. Plt. Kepala Balitbangda Provinsi Sulut, Novita Lumintang, melaporkan bahwa instansinya mengemban misi baru sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk memperkuat daya saing daerah.

​Lumintang menjabarkan bahwa dari target awal 14 kegiatan untuk 2026, terjadi penyesuaian menjadi sembilan kegiatan akibat porsi anggaran. Poin terpenting yang dipaparkannya adalah inisiatif kajian inovatif yang disebut “Trobos Pendapatan Asli Daerah (PAD).”

Kajian ini bertujuan menemukan celah dan peluang baru untuk mendongkrak pendapatan daerah secara signifikan.

​“Kajian ini bersifat cepat jadi hanya berbentuk rekomendasi data ketika ini selesai kami akan sampaikan ke Komisi III DPRD Sulut,” ungkap Lumintang, menggarisbawahi sifat praktis dan terapan dari hasil kajian tersebut.

​Program Trobos PAD ini mendapat respons sangat positif dari Komisi III. Wakil Ketua Komisi III DPRD Sulut, Nick Adicipta Lomban, menyampaikan bahwa kajian tersebut sangat penting dan harus menjadi fokus utama Balitbangda.

Lomban bahkan menjanjikan dukungan anggaran.

​“Mungkin programnya harus difokuskan kesitu, supaya nanti juga di badan anggaran bisa disampaikan program ini. Nanti akan di rekomendasi untuk ditambah anggarannya untuk program Trobos PAD,” kata Lomban kembali.

Apresiasi ini menunjukkan pengakuan DPRD terhadap potensi terobosan Balitbangda dalam menggenjot kemandirian fiskal daerah, sebuah langkah strategis di tengah tuntutan pembangunan infrastruktur yang masif dan mahal.

​RDP Komisi III DPRD Sulut selama dua hari ini telah berhasil mengidentifikasi sejumlah tantangan kritis yang menghambat pembangunan di Sulawesi Utara: mulai dari status non-status Jalan Boulevard II yang memalukan di mata wisatawan, lambatnya realisasi aspirasi infrastruktur di daerah pemilihan, hingga hambatan klasik pembebasan lahan untuk proyek raksasa MORR III dan pengendalian banjir.

​Desakan Ketua DPRD Silangen untuk segera menyelesaikan masalah lahan proyek loan revitalisasi sungai dan janji penambahan anggaran oleh Wakil Ketua Komisi Nick Lomban untuk kajian Trobos PAD Balitbangda menjadi penanda bahwa Komisi III tak hanya berhenti pada kritik, namun juga menawarkan solusi dan dukungan politik.

Kini, bola panas ada di tangan para mitra kerja untuk segera berkoordinasi, menuntaskan masalah administrasi dan lahan, serta mewujudkan proyek-proyek vital tersebut menjadi aksi nyata yang dampaknya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat Sulut.

Komentar